Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2010

Sedekah Mambawa Barokah

Janji Allah itu pasti. Itulah apa yang kita yakini selama ini tapi sangat sulit untuk kita amalkan. “Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. AR RUUM:6) Janji Allah berupa kebaikan dunia dan akhirat bagi mereka yang selalu beramal shalih dan selalu taat akan perintahnya. tapi karena hati manusia sebagai hamba ini seringnya lalai dan lupa atau bahkan yang lebih tragis lagi kurang yakin dengan janji-janji tersebut, maka kebaikan-kebaikan itu tak dapat mereka raih. Saya punya cerita tersendiri dengan janji Allah ini. Kisah ini terjadi pas bulan ramadhan sekitar 3 tahun yang lalu, ketika saya di Jakarta. Seperti biasa, kami mengadakan kegiatan kajian rutin mingguan membahas tentang Hadist Riyadhus shalihin. diujung acara setelah kajian selesai, panatia memberi pengumuman akan mengedarkan kotak infak. Saya berfikir untuk berinfak, ketika kotak lewat depan saya, saya langsung memasukkan uang Rp 10.000. memang jumlah itu tidaklah besar.

PUASA SUNNAH SYAWAL

Setelah berpuasa satu bulan penuh pada bulan Ramadhan, kurang puas rasanya kalau belum berpuasa sunnah enam hari dibulan syawal atau yang lebih  dikenal dengan puasa syawal. Karena disana banyak keutamaan, faedah serta ganjaran-ganjaran bagi yang melaksanaknnya Keutamaanya   Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya) seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim). Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi wasalllam bersabda: "Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih" me

Sahabat Sejati, Hanya yang Berdimensi Ukhrawi

“Seribu teman masih terlalu sedikit, sedangkan satu musuh sudah terlalu banyak," demikian seharusnya perilaku sosial orang dalam masyarat. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa hidup dengan kesendiriannya. Mereka membutuhkan orang lain sebagai kawan, sahabat untuk saling melengkapi, membantu antar satu sama lain yang bisa menjalin persahatan hingga akhir. Istilahnya, teman bisa dicari dalam sehari namun persahabatan tak cukup dibangun hanya  seribu  waktu dan sejuta masa. Ungkapan-ungkapan bijak ini bukanlah suatu yang mengada-ngada. Tapi memang, itulah kenyataannya. Seseorang akan sangat terbantu masalahnya, manakala ia memiliki banyak kawan. Misal, ketika ia membutuhkan pekerjaan, maka, dengan mudahnya ia bisa meminta pertolongan melalui teman-temannya untuk memberi informasi ketika lowongan itu ada. Ketika satu tempat gagal, ia akan menghubungi sahabatnya yang berada di lokasi lain. Begitu seterusnya, hingga ia memperoleh apa yang ia butuhkan. In

Andai Ini Ramadhan Terakhir

Andai saja, Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan terakhir yang menyapa kita, apa yang akan kita lakukan? Andai saja memang demikian. Sahabat, Pertanyaan seperti di atas, sesekali perlu kita ajukan pada diri sendiri. Untuk apa? Tentu saja untuk memacu diri, agar memanfaatkan waktu yang kita jalani. Mengumpulkan detik demi detik, agar tak ada yang tersia. Memanfaatkan setiap saatnya agar bernilai ibadah dan berat timbangannya. Pernahkah kita mendengar kisah tentang seorang ahli hikmah bernama Bahlul? Dalam bahasa Arab, kata bahlul berarti bodoh. Meski demikian, sang pemilik nama tidaklah bodoh sama sekali. Dengan perilakunya yang seringkali dianggap bodoh, Bahlul justru kerap memberi hikmah. Suatu hari Bahlul dipanggil oleh raja. Sang Raja merasa heran, mengapa ada seorang manusia yang rela memakai nama Bahlul. Maka dengan penuh rasa penasaran, sang raja bertanya, “Apakah tidak ada orang lain yang pantas menyandang namamu?” “Tidak ada, baginda. Menurut sepengeta

SURAT CINTA UNTUK AKHI...

Malam telah larut terbentang. Sunyi. Dan aku masih berfikir tentang dirimu, akhi. Jangan salah sangka ataupun menaruh prasangka. Semua semata-mata hanya untuk muhasabah terutama bagi diriku, makhluk yang Rasulullah SAW sinyalirkan sebagai pembawa fitnah terbesar.—Suratmu sudah kubaca dan disimpan. Surat yang membuatku gementar. Tentunya kau sudah tahu apa yang membuatku nyaris tidak boleh tidur kebelakangan ini."Ukhti, saya sering memperhatikan anti. Kalau sekiranya tidak dianggap lancang, saya berniat berta'aruf dengan anti."Jujur kukatakan bahwa itu bukan perkataan pertama yang dilontarkan ikhwan kepadaku. Kau orang yang kesekian. Tetap saja yang 'kesekian' itu yang membuatku diamuk perasaan tidak menentu. Astaghfirullahaladzim. Bukan, bukan perasaan melambung kerana merasakan diriku begitu mendapat perhatian. Tetapi kerana sikapmu itu mencampak ke arah jurang kepedihan dan kehinaan. 'Afwan kalau yang terfikir pertama kali di benak buka

Keutamaan Shadaqah

Secara bahasa shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-Qadhi abu bakar bin Arabi, benar disini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannnya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadist : “ Dan shadaqah itu merupakan Burhan (Bukti)”.( HR. Muslim). Shadaqah adalah pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah (Haul dan Nisab) sebagai kebaikan yang dilakukan seorang muslim. Bershadaqah merupakan aktifitas seorang muslim yang memiliki sifat utama. Bahkan ketinggian derajatnya ditentukan oleh sebesar dan sejauhmana memiliki kepedulian dan kepekaan sosial kepada muslim lainnya. Ada beberapa hal penting dan keutamaan yang perlu diperhatikan berkenaan dengan shadaqah. Pertama, bershadaqah mesti dalam keadaan sehatdan keingininan yang kuat,sebab jika dilaksanakan pada keadaan menjelang kematian tidak ada gunanya. Dalam sebuah hadits da