Langsung ke konten utama

Hukum Jual Beli Kredit

Diantara persoalan penting  namun kurang diperhatikan oleh kalangan umat Islam baik yang pintar apalagi yang awam adalah masalah halal dan haram serta syubhat saat mencari rezeqi. Padahal masalah ini adalah masalah yang sangat ditegaskan oleh Allah ta'alaa, Rasulullah saw dan para ulama salaf. Masalah ini juga sangat erat hubungannya dengan amal perbuatan, diterimanya do'a dan lainsebagainya.Allah Ta'alaa berfirman:Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.(QS.Al- Baqarah: 172). Jual beli sistem kredit datang menyeruak diantara berbagai macam sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat.Namun ada sebuah pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara Islam, halal ataukah haram? kalau halal lalu bagaimana aturannya dan kode etiknya baik bagi penjual maupun bagi pembeli?

Pengertian Jual Beli Kredit
Jual beli dalam pengertian istilah adalah pertukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dengan ucapan ataupun perbuatan. (Lihat Taisir Allam, Syaikh Ali Bassam, 2/232).
Adapun kredit yang dalam bahasa arab disebut dalam pengertian bahasa adalah bagian, jatah atau membagi-bagi (Lihat Al Qomus Al Muhith, hal.881 dan Lisanul Arab, Imam Ibnul Mandzur, hal. 3626).
Dalam Mu'jamul Wasith 2/140 dikatakan, "Mengkredit hutang artinya adalah membayar hutang tersebut dengan cicilan yang sama pada beberapa waktu yang ditentukan." Adapun pengertian jual beli kredit secara istilah adalah menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, dengan cara memberikan cicilan dalam jumlah-jumlah tertentu dalam beberapa waktu secara tertentu, lebih mahal dari harga kontan."

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum jual beli kredit yang ada pada zaman ini menjadi dua pendapat, yaitu,
1. Jual Beli Kredit Diharamkan
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama kontemporer adalah Imam Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah 5/419-427 juga murid beliau Syaikh Salim Al Hilali dalam Mausu'ah Al Manahi Asy Syar'iyah 2/221 dan juga lainnya. Mereka berhujjah dengan beberapa dalil berikut: Dari Abu Huroiroh dari Rasulullah saw bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli. (HR. Turmudli 1331, Nasa'I 7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 Began sanad hasan). Dalam riwayat lainnya dengan lafad, "Barangsiapa yang melakukan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, maka dia harus mengambil harga yang paling rendah, kalau tidak akan terjerumus pada riba." (HR. Abu Dawud 3461, Hakim 2/45 dengan sanad hasan). Hadits yang senada juga datang dari Abdullah bin Amr bin Ash dan Abdullah bin Mas'ud dan lainnya. Lihat Irwa'ul Gholit oleh Imam Al Albani no. 1307.
Tafsir dari larangan Rasulullah saw "Dua transaksi jual beli dalam satu transaksi" adalah ucapan seorang penjual atau pembeli, "Barang ini kalau tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu."
Dari sini, maka dapat disimpulkan bahwa ucapan seseorang, "Saya jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda pembayarannya harganya sekian." Adalah sistem jual beli yang saat ini dikenal dengan nama jual beli kredit, (lihat juga Silsilah Ash Shohihah Imam Al Albani, 4/422).
2. Jual Beli Kredit Diperbolehkan
Adapun pendapat yang kedua mengatakan bahwa jual beli kredit diperbolehkan, diantara yang berpendapat demikian di kalangan para ulama adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qoyyim, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin, Syaikh Al Jibrin dan lainnya. Mereka berhujah dengan beberapa dalil berikut yang bisa diklasifikasikan menjadi beberapa bagian;
Pertama,Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.
1.Firman Allah Ta'aala,
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. (QS. Al Baqarah: 282)
Ibnu Abbas menjelaskan, "Ayat ini diturunkan berkaitan dengan jual beli As Salam saja." Imam Al Qurthubi menerangkan, "Artinya, kebiasaan masyarakat Madinah melakukan jual beli salam adalah penyebab turunnya ayat ini, namun kemudian ayat ini berlaku untuk segala bentuk pinjam meminjam berdasarkan ijma' ulama." (Lihat Tafsir Al Qurthubi 3/243).
2.Hadits Rasulullah
Dari Aisyah berkata, "Sesungguhnya Rasululah saw membeli makanan dari seorang Yahudi dengan pembayaran tertunda. Beliau memberikan baju besi beliau kepada orang tersebut sebagai gadai.
(HR. Bukhari 2068, Muslim 1603).
Hadits Bariroh:
DariAisyahRAberkata, "Sesungguhnya Bariroh datang kepadanya minta tolong untuk pelunasan tebusannya, sedangkan dia belum membayarnya sama sekali, maka Aisyah berkata padanya, "Pulanglah ke keluargamu, kalau mereka ingin agar saya bayar tebusanmu namun wala'mu menjadi milikku maka akan saya lakukan." Maka Bariroh menyebutkan hal ini pada mereka, namun mereka enggan melakukannya, malah mereka berkata, "Kalau Aisyah berkehendakuntuk membebaskanmu dengan hanya mengharapkan pahala saja, maka bisa saja dia lakukan, namun wala'mu tetap pada kami." Maka Aisyah pun menyebutkan hal ini pada Rasulullah dan beliaupun bersabda,"Belilah dia dan merdekakanlah karena wala' itu kepunyaan yang memerdekakan." Dalam sebuah riwayat yang lain, "Bariroh berkata, "Saya menebus diriku dengan membayar 9 uqiyah, setiap tahun saya membayar satu uqiyah." (HR. Bukhari 2169, Muslim 1504).
         Segi pengambilan dalil, dalam hadits ini jelas bahwa Bariroh membayarnya dengan mengkredit karena dia membayar sembilan uqiyah yang dibayar selama sembilan tahun, satu tahunnya sebanyak satu uqiyah.
3. Dalil Ijma'
Sebagian ulama mengklaim bahwa dibolehkannya jual beli dengan kredit dengan' perbedaan harga adalah kesepakatan para ulama. Di antara mereka adalah;  Syaikh Bin Baz Rahimahullah saat menjawab pertanyaan tentang hukum menjual karung gula dan sejenisnya seharga 150 real secara kredit, yang nilainya sama dengan 100 real tunai. Maka beliau menjawab, "Transaksi seperti ini boleh-boleh saja, karena jual beli kontan tidak sama dengan jual beli berjangka. Kaum muslimin sudah terbiasa melakukannya sehingga menjadi ijma' dari mereka atas diperbolehkannya jual beli seperti itu. Sebagian ulama memang berpendapat aneh dengan melarang penambahan harga karena pembayaran berjangka, mereka mengira bahwa itu termasuk riba. Pendapat ini tidak ada dasarnya, karena transaksi seperti itu tidak mengandung riba sedikitpun." (Lihat Ahkamul Fiqh, Syaikh Abduloh Al Jarulloh, hal: 5758)
4. Dalil Qiyas
Sebagaimana yang telah lewat bahwasannya jual beli kredit ini dikiaskan dengan jual beli salam yang dengan tegas diperbolehkan Rasululah r karena ada persamaan, yaitu sama-sama tertunda. Hanya saja jual beli salam barangnya yang tertunda, sedangkan kredit uangnya yang tertunda. Juga dalam jual beli salam tidak sama dengan harga kontan seperti kredit juga hanya bedanya salam lebih murah sedangkan kredit lebih mahal.


5. Dalil Maslahat
Jual beli kredit ini mengandung maslahat baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Karena pembeli bisa mengambil keuntungan dengan ringannya pembayaran karena bisa diangsur dalam jangka waktu tertentu dan penjual bisa mengambil keuntungan dengan naiknya harga, dan ini tidak bertentangan dengan tujuan syariat yang memang didasarkan pada kemaslahatan umat. Pendapat yang rajih
Dari pemaparan kedua madzhab di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa letak permasalahan hukum jual beli kredit ini terletak pada apakah hal ini masuk dalam larangan dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli, ataukah tidak? Dalam arti lain apakah ada penambahan harga sebagai konsekuensi dari ditundanya pembayaran, ataukah tidak?
Oleh karena itu kalau ada sebuah kredit yang tidak adanya perubahan harga dari kontannya maka keluar dari pembahasan ini, dan hukumnya jelas kehalalannya. Wallohu a'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis-Hadis Shahih Seputar Haji Dan Umrah

بسم الله الرحمن الرحيم HADITS-HADITS SHAHIH SEPUTAR HAJJI MABRUR & ‘UMRAH 1.        SEGERA HAJJI BILA ADA KEMAMPUAN عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa’alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang hendak berhajji, maka hendaknya ia bersegera." HR Abu Dawud 1472, shahih.                 Ibnu Majah menambahkan: فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ “Karena mungkin akan terserang penyakit, tersesat atau terku ng kung / terkurung kebutuhan." HR Ibnu Majah 2874, shahih.                 Riwayat Ahmad dengan redaksi lain yaitu: تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ يَعْنِي الْفَرِيضَةَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ "Segeralah kalian melaksanakan hajji yakni kewajiban hajji, karena salah seorang dari kalian tidak mengetahui apa yang akan terjadi

Akal Dalam Pandangan Islam

Di antara makhluk Allah lainnya, manusia merupakan makhluk yang paling istimewa. Kelebihan manusia terletak pada akalnya. Dengan akal, manusia menjadi makhluk yang brilian, mampu mengungguli hewan, tumbuhan dan benda-benda lainnya. Namun demikian, akal terkadang membawa bencana bagi manusia akibat tidak digunakan pada tempatnya. Akal yang keluar dari tugasnya laksana kereta yang keluar dari rel, menjerumuskan manusia ke jurang kesengsaraan. Tulisan ini akan mengungkap secara singkat rel akal tersebut. SEKILAS TENTANG AKAL Secara bahasa : Kata akal berasal dari bahasa arab ‘aqala-ya’qilu-aqlun yang bermakna menahan atau mencegah (al man’u). Dikatakan ‘aqala dawaun bathnahu maknanya obat menahan (mengobati) perutnya. Selanjutnya kata aqal dipakai untuk beberapa arti lain, seperti batu (al hajaru), melarang (an nahyu), diyat (denda) karenaseorang pembunuhaa enggiing unta ke rumah kel

Langkah Mudah Para Salaf Mentadaburi Alquran

Para salaf sangat memperhatikan Al-quran. Dimulai dari masa sahabat ketika mereka bersama nabi hingga berakhirnya sebaik-baik kurun. Salah satu perhatian mereka yaitu dengan mentadaburinya serta menghayati makna kandungan ayat. Sehingga ada diantara mereka menghayati dan mentadaburi satu surat membutuhkan waktu yang sangat panjang. Tidak ukup hanya sekilas dan sepintas bacaan  saja, bahkan sebagian mereka menghabiskan waktu hingga 12 tahun. Demikian dalamnya tadabbur mereka terhadap ayat-ayat Al-quran hingga menimbulkan  kesan  yang sangat dalam  dihati. Ketika membaa ayat Al-quran dan melewati ayat-ayat yang menggambarkan keindahan mereka gembira, mengharap untuk bias meraihnya. Sebaliknya jika melewati ayat-ayat yang meneritakan kesediahan, azab dan siksa, mereka bersedih menangis karena takut kepada Allah  akan azab itu. Allah menggambarkan para sahabat dalam sebuah ayat: وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَىٰ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَر