Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga, dan para sahabatnya.
Dalam pergaulan antar sesama muslim ada 
adab dan hak-hak yang wajib untuk dijaga. Seorang muslim harus melazimi 
dan menunaikan adab dan hak tersebut kepada saudara muslimnya yang lain.
 Dalam menunaikannya harus disertai kayakinan bahwa itu bagian dari 
ibadah kepada Allah Ta’ala. Karena Allah telah memerintahkan hak-hak dan
 adab tersebut kepada seorang muslim untuk dipraktekkan terhadap saudara
 muslimnya, maka melaksanakannya termasuk bagian dari ketaatan kepada 
Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Di antara hak-hak dan adab tersebut 
adalah mengucapkan salam kepada saudara muslim. Mengucapkan salam ini 
disyariatkan saat bertemu dan berpisah, saat hadir dalam majelis dan 
saat meninggalkannya, serta beberapa kondisi lainnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إِذَا 
انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ
 يَقُومَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتْ الْأُولَى بِأَحَقَّ مِنْ الْآخِرَةِ
“Apabila salah seorang kalian sampai
 di suatu majlis hendaklah memberikan salam. Dan apabila hendak keluar, 
hendaklah memberikan salam. Dan tidaklah (salam) yang pertama lebih 
berhak daripada (salam) yang kedua.” (HR. Abu Daud dan al-Tirmidzi 
serta yang lainnya dan Syaikh Al-Albani mengatakan: Hasan shahih).” 
Maknanya, kedua-duanya adalah benar dan sunnah.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'Anhu berkata, aku mendengar Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ : إذَا لَقِيته فَسَلِّمْ عَلَيْهِ ، وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ
“Hak muslim atas muslim lainnya ada 
enam: apabila engkau bertemu dengannya maka ucapkan salam, apabila dia 
mengundangmu maka penuhilah undangannya, . . . .” (HR. Muslim)
Salam Laki-laki Kepada Kaum Wanita dan Sebaliknya
Anjuran untuk mengucapkan salam kepada 
sesama muslim tidak berlaku bagi sesama jenis saja, tapi juga kepada 
lawan jenis. Karena syariat Islam ditujukan kepada kaum wanita dan 
laki-laki, kecuali ada dalil yang menghususkannya bagi kenis kelamin 
tertentu. Hanya saja dalam mengucapkan salam kepada lawan jenis harus 
terpenuhi syaratnya, yaitu aman dari fitnah. Karenanya, jika ditakutkan 
akan menimbulkan fitnah maka tidak dianjurkan.
Al-Hafidz Ibnul Hajar dalam Fathul Baari mengomentari bab Taslim al-Rijal ‘alaal-Nisa’ wa al-Nisa’ ‘ala al-Rijal
 (Bab salamnya kaum lelaki kepada kaum perempuan dan kaum perempuan 
kepada kaum lelaki), bahwa Imam al-Bukhari seolah mengisyaratkan dalam 
bab ini membantah riwayat maqthu’ (berhenti pada tabi’in) dan mu’dhal 
(salah satu jenis hadits dha'if) yang dikeluarkan oleh Abdurrazaq dari 
Ma’mar, dari Yahya bin Abi Katsir yang berisi makruhnya kaum lelaki 
mengucapkan salam kepada kaum wanita dan sebaliknya. Kemudian Ibnul 
Hajar menjelaskan bahwa maksud dari bolehnya ini (kaum lelaki 
mengucapkan salam kepada kaum wanita dan sebaliknya) ketika aman dari 
fitnah.
Ibnul Hajar rahimahullah juga 
menukil ucapan Ibnu Bathal dari al-Muhallab, “Salamnya kaum lelaki 
kepada kaum perempuan dan kaum perempuan kepada kaum lelaki boleh, 
apabila aman dari fitnah.”
Bahkan kalau dalam majlis berkumpul kaum
 laki-laki dan wanita maka boleh mengucapkan salam dari dua sisi, 
demikian yang terdapat dalam Fathul Baari.
Maka siapa yang yakin dirinya aman dari 
fitnah, lebih baik dia mengucapkan salam. Sebaliknya, siapa yang takut 
akan menimbulkan fitnah, maka diam itu yang lebih baik dan lebih selamat
 (dari ucapan al-Halimi dalam Fathul Baari).
Berikut ini kamu sebutkan beberapa dalil
 yang menunjukkan bolehnya mengucapkan salam laki-laki terhadap wanita 
dan sebaliknya, selama aman dari fitnah:
A. Salam Laki-laki Kepada Kaum Wanita
Dalil pertama: Dari Abu Hazim, dari Sahal berkata:
قَالَ 
كُنَّا نَفْرَحُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قُلْتُ وَلِمَ قَالَ كَانَتْ لَنَا 
عَجُوزٌ تُرْسِلُ إِلَى بُضَاعَةَ قَالَ ابْنُ مَسْلَمَةَ نَخْلٍ 
بِالْمَدِينَةِ فَتَأْخُذُ مِنْ أُصُولِ السِّلْقِ فَتَطْرَحُهُ فِي قِدْرٍ
 وَتُكَرْكِرُ حَبَّاتٍ مِنْ شَعِيرٍ فَإِذَا صَلَّيْنَا الْجُمُعَةَ 
انْصَرَفْنَا وَنُسَلِّمُ عَلَيْهَا فَتُقَدِّمُهُ إِلَيْنَا فَنَفْرَحُ 
مِنْ أَجْلِهِ وَمَا كُنَّا نَقِيلُ وَلَا نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ 
الْجُمُعَةِ
“Kami sangat gembira bila tiba hari 
Jum’at.” Saya (Abu Hazim) bertanya kepada Sahal: “Mengapa demikian?” 
Jawabnya:  “Ada seorang nenek tua yang pergi ke budha’ah -sebuah kebun 
di Madinah- untuk mengambil ubi dan memasaknya di sebuah periuk dan juga
 membuat adonan dari biji gandum. Apabila kami selesai shalat Jum’at, 
kami pergi dan mengucapkan salam padanya lalu dia akan 
menyuguhkan (makanan tersebut) untuk kami. Itulah sebabnya kami sangat 
gembira. Tidaklah kami tidur siang dan makan siang kecuali setelah 
jumat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalil kedua: Dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda;
يَا 
عَائِشَةُ هَذَا جِبْرِيلُ يَقْرَأُ عَلَيْكِ السَّلَامَ قَالَتْ قُلْتُ 
وَعَلَيْهِ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ تَرَى مَا لَا نَرَى
“Wahai Aisyah, ini adalah Jibril menyampaikan salam kepadamu.” Aisyah menjawab, “Aku mengatakan: Wa’alaihis Salam Warahmatullah. Engkau (Rasulullah) melihat apa yang tidak aku lihat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maknanya bukan berarti malaikat adalah 
laki-laki, tetapi Allah menyebutkannya dengan laki-laki hanya sebagai 
sebutan. Dan dijadikannya hadits ini sebagai dalil bolehnya seorang 
laki-laki mengucapkan salam kepada kaum wanita karena saat itu Jibril 
datang kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam bentuk seorang laki-laki.
Dalil ketiga: 
أَسْمَاءُ 
بِنْتُ يَزِيدَ قَالَتْ مَرَّ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ 
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نِسْوَةٍ فَسَلَّمَ عَلَيْنَا
“Dari Asma’ binti Yazid al-Anshariyah radhiyallahu 'anha, berkata: ‘Pernah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
 melewati kami, kaum wanita lalu beliau mengucapkan salam kepada kami.” 
(HR. Abu Daud, Ibnu Majah, Darimi dan Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh
 Syaikh Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah no. 3701)
Dalil keempat: Dari 
hadits Kuraib, maula Ibni Abbas menceritakan, bahwa Abdullah bin Abbas, 
Abdur Rahman bin Azhar dan Miswar bin Makhramah pernah mengutusnya 
kepada Aisyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Mereka berkata,
اقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلَامَ مِنَّا جَمِيعًا وَسَلْهَا عَنْ الرَّكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعَصْرِ
“Sampaikan salam dari kami semua kepadanya, dan tanyakan tentang dua rakaat sesudah shalat ‘Ashar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
- Jadi sangat jelas dari keempat dalil yang disebutkan bahwa dibolehkan kaum lelaki mengucapkan salam kepada kaum wanita.
B. Salam Wanita Kepada Laki-laki
Dalil pertama: Dari Abu Murrah, maula Ummi Hani’ binti Abu Thalib mengabarkan bahwa ia pernah mendengar Ummi Hani’ mengatakan,
ذَهَبْتُ 
إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْفَتْحِ 
فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ بِثَوْبٍ 
فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ فَقَالَ مَنْ هَذِهِ فَقُلْتُ أَنَا أُمُّ هَانِئٍ 
بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ فَقَالَ مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ
“Aku pernah datang menemui Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 saat Fathu Makkah, aku mendapatinya sedang mandi sedangkan Fatimah 
putri beliau menutupinya dengan kain. Lalu aku mengucapkan salam kepada 
beliau. Beliau bersabda: “Siapa di situ?” Aku menjawab, “Ummu Hani' anak
 perempuan Abu Thalib.” Beliau menyahut, “Selamat datang wahai Ummu 
Hani'!” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ummu Hani’ merupakan saudara sepupu Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam, dan bukan bagian dari mahram beliau. Dia mengucapkan salam kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dan beliau tidak mengingkarinya, yang berarti menyetujuinya yang menunjukkan bolehnya tindakan tersebut. Wallahu a’lam.
Dalil Kedua: Dari al-Hasan al-Bashri berkata,
كُنَّ النِّسَاءُ يُسَلِّمْنَ عَلَى الرِّجَالِ
“Zaman dahulu (yakni zaman sahabat), para wanita mengucapkan salam kepada kaum laki-laki.” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad dengan sanad hasan)
Dari kedua dalil di atas sangat jelas 
menunjukkan bahwa kaum wanita mengucapkan salam kepada kaum laki-laki 
telah ada dan terjadi pada zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam
 dan para sahabat. Karenanya, berdasarkan keumumannya dibolehkan. Namun 
disyaratkan aman dari fitnah dan tidak menimbulkan kerusakan. Karena 
syariat datang untuk mewujudkan mashalih (kebaikan) bagi umat manusia dan menghilangkan segala kemudharatan.
Berdasarkan dari dalil-dalil di atas 
sangat jelas bahwa mengucapkan salam kepada lawan jenis tidak apa-apa, 
dibolehkan. Dengan syarat aman dari fitnah.
Kesimpulan
Berdasarkan dari dalil-dalil di atas, 
mengucapkan salam kepada lawan jenis tidak apa-apa, dibolehkan. Dengan 
syarat aman dari fitnah. Karena syariat datang untuk mewujudkan 
mashlahat dan menghilangkan mudharat. Oleh sebab itu ada sebagian ulama,
 seperti Madzab Malikiyah membedakan antara salam kepada wanita tua dan 
yang masih muda. Kalau kepada yang sudah tua dibolehkan karena tidak 
akan menimbulkan fitnah, dan kepada yang masih muda melarangnya sebagai 
tindakan prefentif terhadap fitnah.
Al-Mutawalli –sebagaimana yang dinukil 
oleh Ibnul Hajar dalam syarah hadits salam Jibril kepada 'Aisyah di 
atas- menukilkan jika wanitanya cantik sehingga dikhawatirkan timbul 
fitnah darinya maka tidak disyariatkan mengucapkan salam, baik untuk 
memulai atau menjawab. Kalau salah seorang dari laki-laki atau wanita 
seperti itu mengucapkan salam, maka yang lain tidak dianjurkan 
menjawabnya. Jika wanitanya sudah tua dan diperkirakan tidak menimbulkan
 fitnah maka dibolehkan. Begitu juga jika berkumpul kaum laki-laki dan 
wanita dalam satu majlis maka dibolehkan untuk mengucapkan salam dari 
salah satu kelompok selama aman dari fitnah. Yang pada intinya harus 
tetap memperhatikan kaidah fiqih,
دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ مِنْ جَلْبِ الْمَصَالِحِ
"Membendung kerusakan lebih utama daripada mendapatkan kemaslahatan." (Lihat Shahih Adab Mufrad hal.398-399 karya Al-Albani). Wallahu Ta’ala a’lam.
Oleh: Badrul Tamam 

Komentar
Posting Komentar