Orang-orang shaleh sudah menjelaskan kepada kita langkah-langkah
menuju kesenangan akhirat, namun sebagian di antara kita lalai dan lupa,
sungguh Allah Ta’ala adalah sebaik-baik pengampun, hanya kita tidak
boleh lagi duduk bersama orang-orang yang lalai setelah adanya
peringatan.Setidaknya ada dua alat bantu yang bisa menolong untuk menapaki jalan
petunjuk yang bisa menyampaikan kita kepada Allah Robbul ‘Alamin.Pertama, pengalaman-pengalaman hidup orang-orang shaleh dahulu yang bisa kita jadikan contoh dan pelajaran.Kedua, taqwanya hati yang selalu bisa membimbing anggota badan.
Kebahagiaan Akhirat itu Jalannya Naik Ongkosnya adalah Capek
Orang-orang shaleh sudah memberi
petunjuk jalan naik sampai di atas itu harus dengan niat, cita-cita yang
kuat dan tidak takut capek, karena bisa naik ke atas biasanya jalannya
sukar, apalagi perkara ini bukan urusan ringan, tetapi ini adalah Qaulan
Tsaqila (perkataan yang berat) yang diberikan Allah Ta’ala kepada
Nabi-Nya dan semua pengikut Nabi.
Namun perkara yang berat ini bisa menjadi ringan dengan niat dan
cita-cita yang kuat, karena cahayanya hati, bersinarnya jiwa dan
bangkitnya cita-cita itu hanya akan bisa dikobarkan oleh kerja keras,
ada sebagian ulama mengatakan :
اِسْتَجْلِبْ نُوْرَ اْلقَلْبِ بِدَوَامِ اْلجِدِّ
“Datangkan cahayanya hati dengan selalu kerja keras”
Memang harus kerja keras dan tidak boleh lengah karena gerakan
pikiran tidak bisa dibatasi dan gerakan badan tidak bisa berhenti, jika
ini tidak selalu dijaga dan di kendalikan maka lintasan pikiran dan
gerakan badan itu sibuk berpikir dan bergerak kearah jalan selain jalan
petunjuk Allah Ta’ala sehingga jatuh kebawah setelah naik di atas.
Syekh Abdul Wahab Azzam pernah mengatakan :- Pikiran itu tidak terbatas, lesan itu tidak bisa diam, anggota badan tidak bisa tenang,Jika ia tidak disibukkan dengan perkara-perkara yang mulia ia akan sibuk dengan hal-hal yang hina.Jika ia tidak dikerjakan dengan hal-hal yang baik, ia akan mengerjakan hal-hal yang jahat.- Nafsu inginnya selalu condong kepada yang enak-enak dan gampang, lari dari yang susah dan yang tidak enak.Pimpinlah ia dan cintakan kepada hal-hal yang tidak ia sukai tapi baik, sehingga ia senang terhadap perkara-perkara mulia dan sungguh-sungguh terhadap perkara-perkara yang tinggi, dan lari dari segala kehinaan dan menghindar dari segala perkara yang remeh dan kecil.Ajarilah nafsu dengan budi pekerti yang tinggi, niscaya ia akan benci pada perbuatan yang hinaKenalkanlah nafsu dengan kemuliaan , niscaya ia akan benci terhadap kehinaan.Cicipkanlah nafsu pada kelezatan ruh, niscaya ia memandang hina kelezatan badan.
Kelezatan Akhirat itu Ujiannya adalah Kosong dan Lengah
Tidak ada ujian bagi penegak Islam kecuali lengah , bermain-main dan
duduk sia-sia, ketika kelengahan, main-main dan duduk sia-sia makin
terus dituruti maka akan membuka banyak pintu kesalahan setelah
kelalaian.
Sesungguhnya kelengahan penegak Islam itu adalah ujian, sebab itu
bisa menghilangkan pertolongan yang mungkin pertolongan itu akan datang
jika dilakukan dengan kesungguhan dan amal yang terus menerus, bahkan
kelengahan itu bisa menghilangkan pahala akhirat yang pahala akhirat itu
tidak akan di dapat kecuali harus di dahului dengan kerja keras.
Sebaiknya penegak Islam merasa tidak memiliki dirinya karena dirinya
telah diwaqafkan kepada Allah Ta’ala sebagaimana yang telah dilakukan
oleh sebagian orang-orang mulia, seperti kitab suci Al Qur’an akan lebih
bermanfaat ketika diwaqafkan kepada Allah Ta’ala dengan diletakkan di
masjid-masjid Allah.
Penegakan Islam jika dilakukan dengan kelebihan waktu, kelebihan
waktu itu bukannya hanya sedikit saja dan sangat terbatas, malah itu
bisa jadi tinggal waktu yang jelek karena dirinya sudah sangat capek
oleh urusan-urusan selain penegakan Islam
Tidak berlebih-lebihan jika Ustadz Abul A’la Al Maududi–rohimahullah-
dari Pakistan, ketika memberi penjelasan kepada para penegak Islam di
dalam ceramahnya yang sangat bernilai : Wajib ada di hati para penegak
Islam semangat yang menyala-nyala paling tidak seperti ketika ia temui
anaknya sedang sakit keras yang tidak ada semangatnya kecuali ia harus
bawa lari secepat-cepatnya kepada dokter, atau seperti ia tidak memiliki
apa-apa untuk memperpanjang nafas penghabisan anaknya kecuali pasti ia
merasa gelisah dan memaksa ia harus mencurahkan kesungguhan dan berusaha
dengan sekuat-kuatnya.
Dan tidak berlebih-lebihan pula jika Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziah –rohimahullah- menyindir para penegak Islam dengan perkataannya :
يَا خَاطِبًا حُوْرِ اْلجَنَّةِ وَأَنْتَ لاَ تَمْلِكُ فَلْسًـا مِنَ اْلعَزِيْمَةِ هَيْهَـاتَ هَيْهَـاتَ
“Hai orang-orang yang ingin melamar bidadari surga, padahal kamu
tidak memiliki sepeserpun semangat (menegakkan agama) sungguh jauh,
sungguh jauh”.
Seorang penegak agama yang membuang jauh santa-santai itu tidak lain
karena ia bersandar kepada materi da’i dan dakwah yang telah ditetapkan
oleh Umar Al Faruq t dengan kata-katanya yang cukup jelas
الرَّاحَةُ لِلِّرجَـالِ : غَفْلَةٌ
“Istirahat bagi Rijal (penegak Islam) itu berarti kelengahan”.
Seorang Imam ahli hadits Syu’bah bin Al Hajjaj Al Basri memperbaharui materi da’i dan dakwah dengan kata-katanya :
لاَتَقْعُدُوا فَرَاغًـا فَإِنَّ اْلمَوْتَ يَطْلُبُكُمْ
“Kamu jangan hanya duduk-duduk kosong, sesungguhnya kematian sedang mencari kamu”.
Hai manusia ! Hidup ini jangan hanya istirahat dan tenang-tenang karena kematian dan kuburan keduanya menuntut bekal sebanyak-banyaknya, sudahkah kamu siapkan bekal itu ??Demi Allah, jangan-jangan memang belum kita siapkan bekal itu. Karena itu kita harus mempunyai semangat kuat yang bisa menghancurkan jiwa kita dari kelengahan, main-main dan duduk sia-sia.
Kadang-kadang sebagian diantara kita muncul pemikiran dan alasan-alasan agar mendapat pemaafan.
“Kami sudah tua, waktuku sudah sempit, urusan penegakan Islam bisa
diurus yang muda-muda, padahal justru waktu yang tinggal sebentar itu
yang harus dipenuhi dengan amal.
Atau katanya : Kami sudah tua sudah dekat mati, sudah lemah, sudah
capek, urusan penegakan Islam bisa diurus yang muda-muda. Justru sudah
dekat mati harus dikuatkan dan dipompa semangat, karena ibarat lomba itu
sudah dekat dengan garis finish, jangan lemah semangat jika ingin
mendapat kemenangan.
Orang-orang shaleh punya ungkapan :
وَانْتَبِهْ مِنْ رَقْدَةِ اْلغَفْـــــــــــلَةِ فَالْعُمْرُ قَلِيْلٌ ≠ وَاطْرَحْ سَوْفَ وَحَتَّى فَهُمـَا دَاءُ دَخِيْلٍ
Bangunlah dari tidur kelalaian, karena umur itu sedikit
Buanglah kata “Nanti dan Hingga”, karena keduanya itu penyakit dalam.
Orang-orang shaleh mengungkapkan makna-makna ini kadang-kadang dengan kata lain yang mereka sebut menjaga waktu.
Imam Al Banna mengatakan :
مَنْ عَرَفَ حَقَّ اْلوَقْتِ فَقَدْ أَدْرَكَ قِيْمَةَ اْلحَيَاةِ، فَالْوَقْتُ هُوَ الْحَيَاةُ
“Barangsiapa mengerti kenyataan waktu, maka sungguh ia menemukan nilai hidup, karena waktu itu adalah kehidupan”.
Imam Syafi’i menyangkal kebenaran seorang perwira dakwah yang mencari istirahat, katanya :
طَلَبُ الرَّاحَةِ فيِ الدُّنْيَا لاَ يَصِحُّ لِأَهْلِ اْلمَرُوْءَاتِ فَإِنَّ أَحَدَهُمْ لَمْ يَزَلْ تَعْبَانَ فيِ كُلِ زَمَـانٍ
“Mencari istirahat di dunia itu tidak sah bagi para perwira (dakwah),
sesungguhnya salah satu dari mereka harus terus capek setiap waktu”.
Ketika salah seorang ahli zuhud ditanya tentang jalan seorang mukmin
agar menjadi manusia pilihan Allah, jawabnya : apabila orang itu bisa
membuang istirahat dan memberi kekuatan dalam taat.
Imam Ahmad bin Hambal telah menterjemahkan kata orang zuhud “memberi
kekuatan ta’at” dalam perjalanan hidupnya yaitu ketika ia mendapat ujian
dalam perbuatan nyata hingga ia berkata kepada anaknya :
يَا بُنَيَّ : لَقَدْ أَعْطَيْتُ اْلمَجْهُوْدَ مِنْ نَفْسِيْ
“Hai anakku, Sesungguhnya aku telah memberi kekuatan taat pada diriku”.
Orang yang tidak mengerti timbangan-timbangan orang-orang mukmin
mengira bahwa itu menyiksa diri, mencegah diri dari merasakan enak-enak
hidup di dunia akan tetapi siapa saja yang diberi ilmu kitab mengetahui
bahwa istirahat sesungguhnya adalah istirahat di akhirat, tidak
istirahat di dalam hidup di dunia, karena itu ketika Imam Ahmad ditanya :
مَتىَ يَجِدُ الْعَبْدُ طَعْمَ الرَّاحَةِ ؟ قَالَ : عِنْدَ أَوَّلِ قَدَمٍ يَضَعُهـَا فِي اْلجَنَّةِ
“Kapan seorang hamba bisa merasakan enaknya istirahat ? Ia berkata : Ketika pertama kali ia injakkan kakinya di surga”.
Imam Ibnul Jauzi mengatakan :
مَنْ لَمَحَ فَجْرَ اْلأَجْرِ : هَـانَ عَلَيْهِ ظَلاَمُ التَّكْلِيْفِ
Barangsiapa memperhatikan munculnya pahala, maka akan ringan baginya beratnya beban.
Oleh|: KH. Sartono Munadi
(Direktur Ponpes Al-Muttaqin Sowan Kidul Kedung Jepara)
Komentar
Posting Komentar