Langsung ke konten utama

Pernahkah Kamu Berkorban Untuk Islam?

Saya membuka artikel ini dengan sebuah pertanyaan, pernahkah kita berkorban untuk Islam. Berkorban memberi apa yang kita suka. Memberi apa yang kita sayang. Memberi apa yang kita miliki. Memberi sesuatu yang kita simpan dan jaga, untuk kepentingan Islam sebagai agama kita.

Baiklah, mungkin dengan bahasa sederhana saja. Pernahkah kita mengeluarkan uang kita dalam jumlah yang relative tidak sedikit untuk kepentingan agama kita? Ketika shalat jumat misalnya. Ada sebuah kotak yang disodorkan kepada kita, apa yang akan kita lakukan. Berapakah uang yang akan kita masukkan ke dalam kotak itu? Seratus ribukah? Lima puluh ribu, dua puluh ribu atau malah hanya seribu?

Ada banyak hal yang terlewat. Hidup kita yang masih muda sering kali merasa tidak perlu berkorban untuk agama kita. Malahan, kita lebih sering berkorban untuk hal hal di luar agama. Misalnya berkorban untuk persahabatan, untuk geng, untuk teman, untuk pacar dan bahkan untuk sesuatu yang sangat konyol sekalipun. Semuanya terasa sangat ringan. Tetapi menjadi begitu berat bila pengorbanan itu untuk Islam.

Kita masih ingat betapa hebatnya Nabi kita Ibrahim yang mau berkurban untuk Allah dengan menyembelih anaknya sendiri. Sebagai seorang ayah yang sangat merindukan anaknya, dia rela menyerahkan anaknya kepada Allah. Sungguh ini merupakan pengorbanan yang besar.

 “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS an-Nahl [16]: 120)

Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS al-Mumtahanah [60]: 6)

Nabi Ibrahim a.s telah menunjukkan sebuah teladan yang luar biasa kepada kita semua. Semangat pengorbanan beliau sama besarnya dengan semangat kecintaan beliau kepada Islam. Inilah yang hari ini tidak kita miliki. Kecintaan dan semangat pengorbanan kita masih sangat mungil.

Tentu saja pengorbanan ini bukanlah tanpa latihan. Ibrahim A.S sudah diuji oleh Allah dengan berbagai ujian ketakwaan. Dan Ibrahim dengan sukses telah melalui ujian-ujian itu. Ingatkah bagaimana Nabi Ibrahim meninggalkan istrinya sendirian di padang pasir? Semuanya itu adalah ujian untuk mengukur seberapa besar kemauan kita berkorban untuk Islam.

Saatnya Latihan Berkorban
Dahulu ada seorang sahabat bernama Abdullah Ibnu Umar. Di usianya yang menginjak 13 tahun, sudah ingin ikut berjihad bersama Rasulullah saw. Beliau bersama sahabatnya yang bernama al-Barra’ ngotot ingin berperang bersama pasukan Rasulullah saw. dalam perang Badar. Namun oleh Rasulullah saw. ditolak karena masih kecil. Tahun berikutnya pada perang Uhud, beliau tetap ditolak. Hanya al-Barra’ yang boleh ikut. Barulah keinginannya yang tak tertahankan itu terpenuhi pada saat perang Ahzab, Rasulullah saw. memasukkannya ke dalam pasukan kaum muslimin yang akan memerangi kaum musyrikin. Subhanallah!

Kita butuh latihan untuk menjadi seorang Abdullah bin Umar. Pertama yang perlu kita lakukan adalah berlatih untuk mengendalikan nafsu. Nafsu inilah yang selalu membuat kita egois. Berpikir kepentingan sendiri. Selama kita egois, maka kita akan susah untuk berkorban.

Hawa nafsu hampir selalu sukses menggoda manusia yang lemah iman. Menyeret mereka ke dalam ruang maksiat karena tidak mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Benarlah firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al-Qashash [28]: 50)

Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jaatsiyah [45]: 23)

Hawa nafsu, adalah bagian yang perlu dikelola dengan benar. Memang, kita harus menyadari juga bahwa hawa nafsu tidak bisa dimatikan. Hawa nafsu hanya bisa diredam atau dikendalikan. Tentu saja, diredam atau dikendalikan dengan ajaran Islam. Bukan yang lain. Karena hanya Allah Swt. yang tahu betul karakter manusia. Itu sebabnya, permintaan Allah Swt. kepada manusia agar manusia taat kepadaNya, justru untuk keselamatan manusia itu sendiri. Untuk bisa meredam nafsu, tentu saja diperlukan pengorbanan untuk meninggalkan hal-hal yang menurut hawa nafsu sangat enak dan nikmat jika dilakukan.

Kedua, Mencoba berkorban dari yang kecil. Segala yang besar dimulai dari yang kecil. Cobalah untuk berkorabn sedikit demi sedikit. Berkorban tenaga, waktu dan kesempatan untuk Islam. Kemudian meningkat dengan berkorban harta. Karena diri kita ini perlu untuk dididik. Apalagi jiwa yang kita miliki, biasanya akan cenderung kepada nafsu. Maka harus selalu dijaga dan diarahkan menuju kepada kebaikan.

Terlibatlah dalam urusan kaum muslimin. Ringankanlah beban mereka. Cobalah untuk melakukan sesuatu dimana kamu sangat bermanfaat di bidang itu. Jangan sungkan, jangan ragu atau malu. Inilah saatnya, Islam menunggu kiprah besar darimu.

Oleh : Burhan Sodiq / muslimdaily.net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis-Hadis Shahih Seputar Haji Dan Umrah

بسم الله الرحمن الرحيم HADITS-HADITS SHAHIH SEPUTAR HAJJI MABRUR & ‘UMRAH 1.        SEGERA HAJJI BILA ADA KEMAMPUAN عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa’alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang hendak berhajji, maka hendaknya ia bersegera." HR Abu Dawud 1472, shahih.                 Ibnu Majah menambahkan: فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ “Karena mungkin akan terserang penyakit, tersesat atau terku ng kung / terkurung kebutuhan." HR Ibnu Majah 2874, shahih.                 Riwayat Ahmad dengan redaksi lain yaitu: تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ يَعْنِي الْفَرِيضَةَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا ...

Zakat Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet

Zakat kelapa sawit dan karet tidak dijelaskan di dalam al-Qur’an dan hadist, oleh karenanya, para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya :            Pendapat Pertama : bahwa kelapa sawit dan karet termasuk dalam katagori zakat pertanian, sebagaimana pendapat Abu Hanifah yang mewajibkan zakat bagi seluruh yang keluar dari muka bumi, dan tidak disyaratkan haul ( berlangsung satu tahun ) dan nishab, artinya sedikit dan banyak harus dizakati.             Dasarnya sebagai berikut : Pertama : firman Allah : ……….. ومما أخرجنا لكم من الأرض   ( Qs al-Baqarah : 267 ) Kedua : firman Allah : ……. واتوا حقه يوم حصاده ( Qs al-An’am : 141  ) Ketiga : sabda Rasulullah : فيما سقت السماء ......           Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di atas, maka kelapa sawit dan karet wajib dikeluarkan zakat darinya setiap panen berapapun ...

Langkah Mudah Para Salaf Mentadaburi Alquran

Para salaf sangat memperhatikan Al-quran. Dimulai dari masa sahabat ketika mereka bersama nabi hingga berakhirnya sebaik-baik kurun. Salah satu perhatian mereka yaitu dengan mentadaburinya serta menghayati makna kandungan ayat. Sehingga ada diantara mereka menghayati dan mentadaburi satu surat membutuhkan waktu yang sangat panjang. Tidak ukup hanya sekilas dan sepintas bacaan  saja, bahkan sebagian mereka menghabiskan waktu hingga 12 tahun. Demikian dalamnya tadabbur mereka terhadap ayat-ayat Al-quran hingga menimbulkan  kesan  yang sangat dalam  dihati. Ketika membaa ayat Al-quran dan melewati ayat-ayat yang menggambarkan keindahan mereka gembira, mengharap untuk bias meraihnya. Sebaliknya jika melewati ayat-ayat yang meneritakan kesediahan, azab dan siksa, mereka bersedih menangis karena takut kepada Allah  akan azab itu. Allah menggambarkan para sahabat dalam sebuah ayat: وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَىٰ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ م...