Ramadhan memang telah berlalu. Dari pusat latihan itu memunculkan beberapa kelompok yang umumnya terdiri dari tiga golongan. Pertama, golongan yang tetap taat dalam kebenaran dan kebaikan, dia menjadikan ramadhan sebagai ghanimah rabbaniyah; hadiah termahal dari Allah Ta'alaa untuk meraih taqwa. Kedua, golongan yang kembali kumat ba'da Ramadhan. Inilah orang-orang yang dijajah oleh hawa-nafsunya. Baginya Ramadhan tak ubahnya seperti obat nyamuk. Ketiga, golongan yang biasa-biasa saja, mau di bulan atau di luar bulan Ramadhan, baginya sama saja, tak ada yang istimewa. Golongan orang kedua dan ketiga, setali-tiga uang. Sabda Nabi saw: "raghima anfu rajulin dakhala 'alayhi ramadhan tsumma'n-salakha qabla an yughfara lahu." Rugilah orang yang memasuki dan mengakhiri Ramadhan sementara dosanya tidak Allah ampuni." (H.R. Tirmidzi, Shahihul-Jami' [3510)]. Kemana pahala puasanya? Orang itu hanya kebagian haus dan lapas, hanya mendapat capai dan letih. Dan inilah orang yang tekor, paling merugi tiada tara. (H.R. Nasa'i ) {jcomments on}
Golongan pertama ini, jika Ramadhan berlalu, berada di antara dua keadaan; antara khawatir dan harap (bayna'l-khawf wa ar-raja'). Khawatir jika umurnya tidak sampai ke Ramadhan tahun berikutnya. Khawatir jika amalnya tidak bisa menebus dosa-dosanya. Dan berharap semoga amal ibadah mereka diterima, dicatat sebagai amal shalih dan keluar dari Ramadhan sebagai pemenang (mina'l-'â'idîn wa'l-fâ'idzîn).
Paling tidak ada sepuluh tanda diterima amal ibadah itu, karena setiap sesuatu ada tandanya -likulli sya'in 'alamât, sebagaimana yang diungkap Syeikh Jibrin hafidzahullah (w.1430 H/2009 H) dari Komisi Fatwa KSA ketika ditanya seputar masalah itu. Pertama, memohon doa kepada Allah supaya tetap konsisten 'rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaytanaa' (Q.S.3:8). Kedua, tetap menghadiri majelis orang-orang shalih, karena Nabi saw bersabda; ar-rajulu 'alaa diyni khaliylihii, kebaikan seseorang itu bergantung kepada agama orang yang menemaninya (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad. Shahihul Jami' (3435).
Kemudian ketiga, meneladani ibadah para shalihin yang tetap stabil, di dalam maupun di luar Ramadhan. Nabi saw bersabda: "laa takun mitsla fulaan, kaana yaquumul-lail fataraka qiyaamul-lail, kalian jangan seperti si Fulan, awalnya rajin sholat malam setelah itu, ia tinggalkan kebiasaan sholat malamnya." Shahih Bukhari (1101). Keempat, rajin mendengarkan taushiah supaya hati tetap kondusif, bisa melalui kaset-kaset kalau tidak sempat hadir. Kelima, senantiasa menjaga kewajiban sholat lima waktu secara berjamaah, sebab Nabi saw bersabda:Anas bin Malik ra me-riwayatkan, Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa shalat berjama'ah selama 40 hari dengan mendapatkan takbir pertama imam (ikhlas karena Allah), maka akan dicatat baginya terbebas dari dua hal; terbebas dari api neraka dan terbebas dari sifat munafik." (H.R Tirmidzi)
Selanjutnya keenam, beliau menegaskan, tekun memelihara amalan sunnah, mengingat fungsinya sebagai pelengkap dan penyempurna amal fardhu. Seperti sempurnanya puasa dengan zakat fithrah, sempurnanya sholat fardhu dengan sholat-sholat sunnah. Nabi r bersabda: "Wahai sekalian manusia, beramallah menurut yang kalian sanggupi, sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan, sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara berkelanjutan walaupun sedikit." Shahih Bukhari (5523).
Ketujuh, tetap menjaga kitabullah dengan senantiasa membaca dan mengamalkan kandungannya. Orang yang rajin membaca Al Qur'an, Allah pelihara dari jilatan api neraka, bisa menjadi syafaat dan menerangi kuburannya (Shahihul Jami' Syaikh Albani 3882). Kedelapan, tetap memelihara dzikir dan permohonan ampun kepada Allah, baik dzikir lafdzi (sebut asma Allah) maupun dzikir hukmi (ingat Allah dengan menjauhkan diri dari dosa).
Kemudian kesembilan, menjauhkan diri dari segala perkara yang merusak hati, membinasakan diri dan menghapus amal atau hal-hal yang sia-sia secara umum, sebab Nabi r bersabda, "min husni islaamil-mar'i tarkuhuu maalaa ya'niyhi", di antara tanda kebaikan agama seseorang adalah kemampuannya untuk meninggalkan hal-hal yang sia-sia. Shahih Ibnu Majah (3211) Kesepuluh, konsisten dengan taubat nashuha. Ahli ilmu mengatakan, "Sesungguhnya kemaksiatan itu berjalan menuju kekufuran. Manusia berpindah dari satu bentuk kemaksiatan kepada kemaksiatan berikutnya, sampai akhirnya dia keluar dari agamanya."
Puasa Syawwal Penutup Ramadhan
Puasa enam hari di bulan Syawwal adalah termasuk kesempatan emas, sekali setahun. Puasa Syawwal wujud kesinambungan ketaatan, bukti kestabilan sekaligus ke-langgengan tazkiyah nufus. Dengan puasa Syawwal puasa Ramadhan yang syarat- rukunnya kurang sempurna, jadi tertutupi. Posisi puasa Syawwal tak ubahnya seperti posisi shalat sunnah terhadap shalat wajib yang menutup rapat ketidaksempurnaan pelaksana-an shalat fardhu. Jika puasa Syawwal dikaitkan dengan puasa Sya'ban, maka puasa Sya'ban berkedudukan sebagai qabliyah Ramadhan, sementara puasa Syawal sebagai ba'diyah Ramadhan.
Fungsi amalan sunnah pada hari kiamat nanti memang menjadi pelengkap dan penyempurna amalan fardhu. Sehingga setiap muslim harus punya kepedulian, kegemaran dan kesetiaan melakukan amalan sunnah mustahabbah, termasuk puasa 6 hari di bulan Syawwal.
Puasa Syawal membuat kita semakin dekat mengenal tabiat hati yang bolak-balik dan sifat iman yang maju-mundur (Q.S. 48:4). Dengan demikian komitmen iman-Islam dan peningkatan amal shalih dapat terpelihara dengan istiqamah, qanit dan tsabat sepanjang tahun seumur hidup, insya Allahu Ta'ala.
Adapun pelaksanaan puasa enam hari di bulan Syawwal, boleh berturut-turut (Imam Ibnul Mubarak sesuai HR.Turmudzi) atau berselang-seling yang penting masih di bulan Syawwal.
Fatâwa Al-Lajnah Ad-Dâ'imah lil Buhûts wal Iftâ' (10/392) menyarankan agar mendahulukan membayar hutang puasa sebelum puasa Syawal."Jika seseorang ter-tinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal,kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhannya terlebih dahulu." Wallahu A’lam.
Drs. Syamsul Bahri, MH (dewan da'wah pusat)
Golongan pertama ini, jika Ramadhan berlalu, berada di antara dua keadaan; antara khawatir dan harap (bayna'l-khawf wa ar-raja'). Khawatir jika umurnya tidak sampai ke Ramadhan tahun berikutnya. Khawatir jika amalnya tidak bisa menebus dosa-dosanya. Dan berharap semoga amal ibadah mereka diterima, dicatat sebagai amal shalih dan keluar dari Ramadhan sebagai pemenang (mina'l-'â'idîn wa'l-fâ'idzîn).
Paling tidak ada sepuluh tanda diterima amal ibadah itu, karena setiap sesuatu ada tandanya -likulli sya'in 'alamât, sebagaimana yang diungkap Syeikh Jibrin hafidzahullah (w.1430 H/2009 H) dari Komisi Fatwa KSA ketika ditanya seputar masalah itu. Pertama, memohon doa kepada Allah supaya tetap konsisten 'rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaytanaa' (Q.S.3:8). Kedua, tetap menghadiri majelis orang-orang shalih, karena Nabi saw bersabda; ar-rajulu 'alaa diyni khaliylihii, kebaikan seseorang itu bergantung kepada agama orang yang menemaninya (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, Ahmad. Shahihul Jami' (3435).
Kemudian ketiga, meneladani ibadah para shalihin yang tetap stabil, di dalam maupun di luar Ramadhan. Nabi saw bersabda: "laa takun mitsla fulaan, kaana yaquumul-lail fataraka qiyaamul-lail, kalian jangan seperti si Fulan, awalnya rajin sholat malam setelah itu, ia tinggalkan kebiasaan sholat malamnya." Shahih Bukhari (1101). Keempat, rajin mendengarkan taushiah supaya hati tetap kondusif, bisa melalui kaset-kaset kalau tidak sempat hadir. Kelima, senantiasa menjaga kewajiban sholat lima waktu secara berjamaah, sebab Nabi saw bersabda:Anas bin Malik ra me-riwayatkan, Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa shalat berjama'ah selama 40 hari dengan mendapatkan takbir pertama imam (ikhlas karena Allah), maka akan dicatat baginya terbebas dari dua hal; terbebas dari api neraka dan terbebas dari sifat munafik." (H.R Tirmidzi)
Selanjutnya keenam, beliau menegaskan, tekun memelihara amalan sunnah, mengingat fungsinya sebagai pelengkap dan penyempurna amal fardhu. Seperti sempurnanya puasa dengan zakat fithrah, sempurnanya sholat fardhu dengan sholat-sholat sunnah. Nabi r bersabda: "Wahai sekalian manusia, beramallah menurut yang kalian sanggupi, sesungguhnya Allah tidak akan bosan sehingga kalian merasa bosan, sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dikerjakan secara berkelanjutan walaupun sedikit." Shahih Bukhari (5523).
Ketujuh, tetap menjaga kitabullah dengan senantiasa membaca dan mengamalkan kandungannya. Orang yang rajin membaca Al Qur'an, Allah pelihara dari jilatan api neraka, bisa menjadi syafaat dan menerangi kuburannya (Shahihul Jami' Syaikh Albani 3882). Kedelapan, tetap memelihara dzikir dan permohonan ampun kepada Allah, baik dzikir lafdzi (sebut asma Allah) maupun dzikir hukmi (ingat Allah dengan menjauhkan diri dari dosa).
Kemudian kesembilan, menjauhkan diri dari segala perkara yang merusak hati, membinasakan diri dan menghapus amal atau hal-hal yang sia-sia secara umum, sebab Nabi r bersabda, "min husni islaamil-mar'i tarkuhuu maalaa ya'niyhi", di antara tanda kebaikan agama seseorang adalah kemampuannya untuk meninggalkan hal-hal yang sia-sia. Shahih Ibnu Majah (3211) Kesepuluh, konsisten dengan taubat nashuha. Ahli ilmu mengatakan, "Sesungguhnya kemaksiatan itu berjalan menuju kekufuran. Manusia berpindah dari satu bentuk kemaksiatan kepada kemaksiatan berikutnya, sampai akhirnya dia keluar dari agamanya."
Puasa Syawwal Penutup Ramadhan
Puasa enam hari di bulan Syawwal adalah termasuk kesempatan emas, sekali setahun. Puasa Syawwal wujud kesinambungan ketaatan, bukti kestabilan sekaligus ke-langgengan tazkiyah nufus. Dengan puasa Syawwal puasa Ramadhan yang syarat- rukunnya kurang sempurna, jadi tertutupi. Posisi puasa Syawwal tak ubahnya seperti posisi shalat sunnah terhadap shalat wajib yang menutup rapat ketidaksempurnaan pelaksana-an shalat fardhu. Jika puasa Syawwal dikaitkan dengan puasa Sya'ban, maka puasa Sya'ban berkedudukan sebagai qabliyah Ramadhan, sementara puasa Syawal sebagai ba'diyah Ramadhan.
Fungsi amalan sunnah pada hari kiamat nanti memang menjadi pelengkap dan penyempurna amalan fardhu. Sehingga setiap muslim harus punya kepedulian, kegemaran dan kesetiaan melakukan amalan sunnah mustahabbah, termasuk puasa 6 hari di bulan Syawwal.
Puasa Syawal membuat kita semakin dekat mengenal tabiat hati yang bolak-balik dan sifat iman yang maju-mundur (Q.S. 48:4). Dengan demikian komitmen iman-Islam dan peningkatan amal shalih dapat terpelihara dengan istiqamah, qanit dan tsabat sepanjang tahun seumur hidup, insya Allahu Ta'ala.
Adapun pelaksanaan puasa enam hari di bulan Syawwal, boleh berturut-turut (Imam Ibnul Mubarak sesuai HR.Turmudzi) atau berselang-seling yang penting masih di bulan Syawwal.
Fatâwa Al-Lajnah Ad-Dâ'imah lil Buhûts wal Iftâ' (10/392) menyarankan agar mendahulukan membayar hutang puasa sebelum puasa Syawal."Jika seseorang ter-tinggal beberapa hari dalam Ramadhan, dia harus berpuasa terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkannya dengan 6 hari puasa Syawal,kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhannya terlebih dahulu." Wallahu A’lam.
Drs. Syamsul Bahri, MH (dewan da'wah pusat)
Komentar
Posting Komentar