الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر
الله أكبر الله أكبر
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ
أََنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ
اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Idul Adha Yang
Dimuliakan Allah.
Puji dan syukur kita panjatkan ke
hadirat Allah swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita dalam jumlah
yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir pada pagi ini dalam pelaksanaan
shalat Idul Adha. Kehadiran kita pagi ini bersamaan dengan kehadiran sekitar
tiga sampai empat juta jamaah haji dari seluruh dunia yang sedang menyelesaikan
pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci. Semua ini karena nikmat terbesar yang
diberikan Allah swt kepada kita, yakni nikmat iman dan Islam.
Shalawat dan salah semoga selalu
tercurah kepada Nabi kita Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan para
pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Kaum Muslimin Yang Berbahagia.
Salah satu yang amat kita butuhkan
dalam menjalani kehidupan yang baik adalah keteladanan dari figur-figur
yang bisa diteladani. Dengan adanya keteladanan, kita memiliki tolok ukur untuk
menilai apakah perjalanan hidup kita sudah baik atau belum. Karena itu, hari
ini kita kenang kembali manusia agung yang diutus oleh Allah swt untuk menjadi
Nabi dan Rasul, yakni Nabi Ibrahim as beserta keluarga Ismail as dan Siti
Hajar. Keagungan pribadinya membuat kita bahkan Nabi Muhammad saw harus mampu
mengambil keteladanan darinya, Allah swt berfirman:
قَدْ كَانَتْ
لَكُمْ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِى اِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ
Sesungguhnya telah ada suri teladan
yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia (QS Al
Mumtahanah [60]:4).
Dari sekian banyak hal yang harus
kita teladani dari Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia serta
mengambil hikmah dari pelaksanaan ibadah haji yang sedang berlangsung di tanah
suci, dalam kesempatan khutbah yang singkat ini ada empat hikmah yang
menjadi isyarat bagi kaum muslimin untuk mewujudkannya dalam kehidupan ini,
apalagi bagi kita bangsa Indonesia yang masih terus berjuang untuk mengatasi
berbagai persoalan besar yang menghantui kehidupan berkeluarga, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pertama, Tinggalkan Yang Haram, dan Lakukan
Yang Halal. Sebagaimana kita ketahui, ibadah haji dimulai dengan ihram dan
diakhiri dengan tahallul. Saat ihram, pakaian yang dikenakan jamaah adalah kain
putih tak berjahit, yang melambangkan kain kafan yang nanti akan dikenakan di
sekujur tubuhnya ketika akan kembali kepada Allah swt pada saat kematiannya.
Pakaian ihram yang putih-putih itu juga melambangkan tidak adanya perbedaan di
mata Allah di antara sesama manusia. Segala perbedaan harus ditanggalkan dalam
arti jangan sampai memiliki fanatisme secara berlebihan seperti perbedaan suku,
organisasi, partai politik, paham, status sosial, ekonomi atau profesi.
Kesatuan dan persamaan merupakan sesuatu yang harus diutamakan dalam upaya
menegakkan kebenaran, bahkan siap mempertanggungjawabkan segala yang
dilakukannya. Pakaian ihram juga melambangkan kesiapan berdisiplin dalam
menjalankan kehidupan sebagaimana yang ditentukan Allah swt, hal ini karena
selama berihram, jamaah haji memang berhadapan dengan sejumlah ketentuan, ada
yang boleh dan ada yang tidak boleh dilakukan. Dengan demikian, seorang haji
semestinya selalu disiplin menjalankan syariat Islam dan siapa pun yang
menjalankan syariat Islam mendapat kedudukan yang terhormat, karena kehormatan
manusia bukanlah terletak pada pakaiannya, tapi pada ketaqwaannya di hadapan
Allah swt. Bila ihram maknanya adalah pengharaman dan tahallul maknanya adalah
penghalalan, maka seorang haji siap meninggalkan yang diharamkan Allah swt dan
hanya mau melakukan sesuatu bila memang dihalalkan. Ini merupakan prinsip yang
harus dilaksanakan oleh setiap muslim, bahkan setiap manusia. Karena itu amat
tercela bila ada orang ingin mendapatkan sesuatu yang tidak halal dengan
memanfaatkan jalur hukum sekadar untuk mendapatkan legalitas hukum agar
terkesan menjadi halal, padahal keputusan hakim sekalipun tetap saja tidak bisa
mengubah sesuatu yang tidak halal menjadi halal, Allah swt melarang keras hal
ini dalam firman-Nya:
وَلاَ
تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebagian kamu memakan
harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat
memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui (QS Al Baqarah [2]:188).
Allahu Akbar 3X Walillahilmamdu.
Kaum Muslimin Rahimakumullah.
Kedua, hikmah yang harus kita raih adalah
Bergerak Untuk Kebaikan dan Berkorban. Ibadah haji merupakan ibadah bergerak.
Para jamaah bergerak dari rumahnya menuju ke asrama haji, hanya beberapa jam di
asrama haji, para jamaah harus bergerak lagi menuju Bandara, sesudah naik pesawat,
mereka diterbangkan menuju bandara King Abdul Aziz, Jeddah, dari Jeddah para
jamaah harus bergerak lagi menuju Madinah bagi jamaah gelombang pertama untuk
selanjutnya Menuju Mekah, sedangkan bagi jamaah gelombang kedua para jamah
langsung ke Mekah. Di sana jamaah langsung menunaikan umrah hingga tahallul.
Selama beberapa hari di Mekah, para jamaah sudah harus bergerak lagi untuk
melaksanakan puncak ibadah haji, mereka harus bergerak lagi menuju Arafah untuk
wuquf, malam harinya menuju Muzdalifah untuk mabit dan mengumpulkan batu,
keesokan harinya melontar di Mina, Tawaf ifadhah di Mekah, kembali lagi ke Mina
untuk melontar hingga selesai, lalu kembali lagi ke Mekah untuk bersiap
meninggalkan Mekah menuju Tanah air masing-masing dan sebelum meninggalkan Mekah,
para jamaah bergerak lagi untuk melakukan tawaf wada, yakni tawaf perpisahan
dengan Ka’bah. Dari rangkaian ibadah haji, puncak kesulitan bahkan resiko yang
paling besar adalah saat melontar yang melambangkan perlawanan atau peperangan
melawan syaitan.
Dari rangkaian ibadah haji, kita
bisa mengambil pelajaran bahwa setiap muslim apalagi mereka yang sudah
menunaikan haji seharusnya mau bergerak dan menjadi tokoh-tokoh pergerakan
untuk memperbaiki keadaan dan kualitas umat Islam. Setiap muslim harus bergerak
untuk mencari nafkah, bergerak mencari ilmu, bergerak untuk menyebarkan,
menegakkan dan memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, bergerak untuk memberantas
kemaksiatan dan kemunkaran. Ini semua menunjukkan bahwa seorang muslim jangan
sampai menjadi orang yang pasif, diam saja menerima kenyataan yang tidak baik,
apalagi bila hal itu dilakukan dengan dalih tawakkal, padahal tawakkal itu
adalah berserah diri kepada Allah swt atas apa yang akan diperoleh sesudah
berusaha secara maksimal.
Allahu Akbar 3X Walillahilhamdu.
Jamaah Shalat Id Yang Dimuliakan
Allah swt.
Ketiga, Jadikan masjid sebagai Pusat
pergerakan. Ibadah haji dan rangkaian ibadah lainnya berpusat di masjid. Ketika
jamaah haji kita mendapat kesempatan untuk berziarah ke Madinah, maka seluruh
jamaah berbondong-bondong untuk melaksanakan shalat berjamaah yang lima waktu
di masjid Nabawi, bahkan sampai ditargetkan mencapai angka arbain (40) waktu
meskipun hal ini tidak menjadi bagian dari ibadah haji. Oleh karena itu,
sebagai muslim setiap kita harus memiliki ikatan batin dengan masjid yang
membuat kita mau mendatangi masjid setiap hari untuk melaksanakan shalat lima
waktu secara berjamaah, khususnya bagi laki-laki, ikatan batin kita yang kuat
kepada masjid membuat kita akan menjadi orang yang dinaungi Allah swt pada hari
kiamat, Rasulullah saw bersabda:
سَبْعَةٌ
يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ اِلاَّظِلُّهُ:..وَرَجُلٌ
قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَاخَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُوْدَ اِلَيْهِ.
Ada tujuh golongan orang yang akan
dinaungi Allah yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah:
…seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga
kembali kepadanya (HR. Bukhari dan Muslim).
Karena itu aneh sekali bila ada
lelaki muslim tapi sehari-hari tidak suka dan tidak mau datang ke masjid.
Karena tidak mau dipertanyakan keimanannya benar apa tidak, maka pada zaman
Nabi Muhammad saw, orang munafik yang sudah mengaku beriman pun akhirnya datang
juga ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah, namun hati mereka terasa
berat dan malas, Allah swt berfirman:
إِنَّ
الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى
الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللّهَ
إِلاَّ قَلِيلاً
Sesungguhnya orang-orang munafik itu
menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri
untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat)
di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali (QS
An Nisa [4]:142).
Bila setiap lelaki muslim saja harus
berusaha untuk selalu menunaikan shalat berjamaah di masjid, apalagi bila ia
sudah melaksanakan ibadah haji. Karena seorang haji yang sudah menyempurnakan
keislamannya seharusnya bisa menjadi contoh yang baik bagi masyarakat di
sekitarnya.
Pelajaran Keempat, yang kita peroleh dari Nabi Ibrahim
as adalah keinginannya yang amat besar untuk memiliki ilmu, menjadi pribadi
yang shalih dan menjadi bahan pembicaraan yang baik bagi generasi yang akan
datang, hal ini tercermin dalam doanya yang disebutkan oleh Allah swt dalam
firman-Nya:
رَبِّ هَبْ
لِي حُكْماً وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ وَاجْعَل
لِّي لِسَانَ صِدْقٍ فِي اْلآخِرِينَ
(Ibrahim berdoa): “Ya Tuhanku,
berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang
yang saleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang
datang) kemudian, (QS As Syu’ara [26]:83-84)
Dalam tafsir Al Mishbah, kata hukman
dipahami oleh al-Biqai berarti amal ilmiah, yakni amal yang baik berdasar ilmu.
Sungguh sangat mulia pada diri Nabi Ibrahim yang berdoa meminta ilmu dan
pemahaman agar selalu menjalani kehidupannya di jalan Allah swt. Namun yang
amat disayangkan adalah banyak orang yang meminta ilmu kepada Allah, bahkan
sampai memiliki gelar kesarjanaan tertinggi tetapi ilmu tersebut diamalkan
untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan malah mendatangkan dosa. Karena itu
dengan ilmu manusia bisa saja masuk surga dengan selamat dan dengan ilmu juga
manusia bisa saja masuk neraka jika ilmunya digunakan untuk hal-hal yang
negatif, bahkan memperoleh siksa yang lebih dahsyat, Rasulullah saw bersabda:
اَشَدُّ
النَّّّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَالِمٌ لَمْ يَنْفَعْهُ
عِلْمُهُ
Orang yang paling keras siksanya
pada hari kiamat adalah orang yang berilmu tapi tidak dimanfaatkannya (HR.
Thabrani dari Abu Hurairah ra).
Hal yang luar biasa dari doa Nabi
Ibrahim di atas adalah beliau meminta kepada Allah swt agar dimasukkan ke dalam
golongan orang yang shalih, padahal seorang Nabi sudah pasti shalih, tapi masih
saja ia berdoa agar dimasukkan ke dalam kelompok orang yang shalih, ini
menunjukkan betapa pentingnya menjadi shalih dan beliau tidaklah merasa tinggi
hati dengan keshalihannya hingga akhirnya ia tetaplah berdoa meminta dimasukkan
ke dalam golongan orang yang shalih. M. Quraish Shihab dalam bukunya
Wawasan Al-Qur’an menyatakan bahwa; Kata shalih terambil dari akar kata shaluha
yang merupakan lawan dari fasid (rusak). Dengan demikian shalih diartikan
dengan tiada atau terhentinya kerusakan. Shalih juga diartikan sebagai
bermanfaat dan sesuai. Amal shalih adalah pekerjaan yang apabila dilakukan
tidak menyebabkan dan mengakibatkan mudharat (kerusakan) atau bila
pekerjaan itu dilakukan akan diperoleh manfaat dan kesesuaian (hal 562).
Selanjutnya, Muhammad Abduh
seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab menyatakan bahwa amal shalih adalah
segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia
secara keseluruhan. Dengan demikian, orang yang shalih adalah orang yang
menjalani kehidupan yang sesuai dengan ketentuan Allah swt dan Rasul-Nya
sehingga memberi manfaat kebaikan dan tidak mengakibatkan kerusakan atau
kemudharatan bagi dirinya dan orang lain, baik di dunia maupun di akhirat
kelak.
Begitu penting menjadi shalih,
sehingga selain Nabi Ibrahim, jauh sebelumnya Nabi Sulaiman as juga berdoa agar
dimasukkan ke dalam kelompok orang yang shalih, Allah swt berfirman:
فَتَبَسَّمَ
ضَاحِكًا مِنْ قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِى أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ
الَّتِى أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَى وَالِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا
تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِى بِرَحْمَتِكَ فِى عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ
Maka dia tersenyum dengan tertawa
karena (mendengar) perkataan semut itu, dan dia berdoa: “Ya Tuhanku, berilah
aku ilmu untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal shalih
yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan
hamba-hamba-Mu yang shalih (QS An Naml [27]:19).
Doa ketiga dari Nabi Ibrahim as
yaitu agar menjadi buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian.
Tentu sebagai seorang nabi, Ibrahim as tidak berucap atau bertindak yang buruk
kepada keluarga dan kaumnya, meskipun begitu beliau khawatir bila ada saja
orang yang membicarakan keburukannya. Oleh karena itu, kesempatan hidup kita
yang amat terbatas ini harus kita gunakan untuk membuat sejarah hidup yang
mulia sehingga menjadi bahan pembicaraan yang baik saat kita sudah wafat, bukan
karena kita ingin mendapat pujian, tapi karena memang hanya kebaikan yang boleh
dibicarakan tentang orang yang sudah mati, namun bila tidak ada kebaikan yang
bisa dibicarakan, lalu apa yang akan orang bicarakan tentang kita. Karena itu
menjadi penting bagi kita untuk merenungi kira-kira bila kita sudah mati, apa
yang orang bicarakan tentang kita, tentu seharusnya kebaikan dan manfaat hidup
kita yang mereka rasakan, bukan karena kita suka menceritakannya kebaikan kita
kepada orang lain. Manusia terbaik adalah yang paling bisa dirasakan manfaat
keberadaannya oleh orang lain, Rasulullah saw bersabda:
خَيْرُالنَّاسِ
أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
Sebaik-baik orang adalah yang paling
bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudha’i dari Jabir ra).
Dari uraian di atas, dapat kita
ambil pelajaran bahwa meneladani Nabi Ibrahim as dan Nabi Muhammad saw serta
mengambil hikmah dari ibadah haji menuntut kita untuk selalu berusaha
memperbaiki diri dan keluarga serta memperbaiki orang lain untuk selanjutnya
terus bergerak dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran dan mau berkorban untuk
mencapainya.
Akhirnya marilah kita tutup khutbah
Idul Adha pagi ini dengan berdoa kepada Allah swt:
اَللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ
الدَّعْوَاتِ.
Ya Allah, ampunilah dosa kaum
muslimin dan muslimat, mu’minin dan mu’minat, baik yang masih hidup maupun yang
telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan
Mengabulkan doa.
اَللَّهُمَّ
انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ
الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا
فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ
وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah kami,
sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya
Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya
Engkau adalah sebaik-baik pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau
adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau
adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari
kaum yang zhalim dan kafir.
اَللَّهُمَّ
اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ
وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ
بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا
وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ
ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ
تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ
عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا
Ya Allah, anugerahkan kepada kami
rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat
kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan
anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala
musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui
pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia
warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan
agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan
puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang
tidak mengasihi kami.
اَللَّهُمَّ
اِنِّى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عِلْمِ لاَ يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ
وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَسْبَعُ وَمِنْ دُعَاءِ لاَيُسْمَعُ
Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu
dari ilmu yang tak bermanfaat, dari hati yang tak khusyu dan jiwa yang tak
pernah merasa puas serta dari doa yang tak didengar (Ahmad, Muslim, Nasa’i).
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا
وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا
Ya Allah, jadikanlah mereka (para
jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni,
perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian
رَبَّنَا
اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ
النَّارِ.
Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami
kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah
kami dari azab neraka.
Oleh: Drs. Ahmad Yani
Sumber: http://www.dakwatuna.com
Komentar
Posting Komentar