Pernahkah kita melihat, seorang suami yang begitu gamang hatinya
 dalam melihat hidup, karena tidak jelas arah tujuan dia melangkah?. 
Pernahkah kita menjumpai seorang suami yang begitu linglung menatap masa
 depannya, karena merasa tiada teman baginya untuk bisa sekedar 
memberinya saran?. Pernahkah kita melihat seorang suami yang tidak 
tenang menjalani hari- harinya walaupun dia telah memiliki segala yang 
diimpikannya?
Maka lihatlah keadaan rumahnya. Rumah tempat dia melepas penat dan 
tempat kembali sebagai akhir dari hari- harinya. Mungkin dia tidak 
nyaman dengan rumahnya, atau barangkali dia tidak merasa ada tempat 
kembali dari lusuh jiwanya.
Sungguh, bagaimanapun para suami di luar seharian, yang diinginkan 
adalah kembali pada rumahnya sendiri. Senyaman apapun para suami bergaul
 dengan banyak orang, bahkan mungkin saudara dan kerabatnya sendiri, 
maka hati mereka tetap mengharapkan kenyamanan yang lebih, di rumah 
mereka sendiri. Maka benarlah jika memang rumah seharusnya adalah 
menjadi sebaik- baik tempat untuk hati beristirahat.
Maka....
Seorang istri seharusnya adalah ibarat rumah bagi suaminya, tempat 
dimana para suami merasa kembali ke rumah, karena mendapatkan kenyamanan
 dan kedamaian bagi hati mereka yang lelah. Seorang istri seharusnya 
adalah ibarat rumah bagi suaminya, tempat dimana dia bisa menjadi apa 
adanya, tanpa harus dituntut menjadi sempurna. Seorang istri seharusnya 
menjadi rumah bagi suaminya, menjadi naungan yang menghangatkan ketika 
tidak ada lagi orang lain yang perduli terhadap mereka. Seorang istri 
seharusnya menjadi rumah bagi suaminya, tempat dimana jasad dan hati 
mereka bisa merasa rileks sepenuhnya.
Tapi lihatlah, bahkan banyak dari para istri yang tidak menyadari. 
Bahkan mereka membuat para suami mereka menjadi "gelandangan" karena 
merasa tidak lagi memiliki rumah tempat melepas lelah. Mulut dan 
perangai mereka serasa menambah capek dan panas suasana, bahkan dalam 
sebuah rumah yang begitu sangat megah. Kontrol diri dan hilangnya 
kesabaran membuat para istri lupa diri dan alfa dari sebuah pengabdian 
yang memuliakan mereka.
Jika saja para istri yang seperti itu menyadari, betapa dalam 
kesabaran berproses dalam menjadikan diri sebagai "rumah" yang nyaman 
bagi suaminya, berarti adalah mereka telah belajar memuliakan diri 
mereka sendiri. Jika saja mereka menyadari, bahwa jika kebahagiaan 
suaminya meretas, maka hal itu berarti adalah juga kebahagiaan bagi diri
 mereka sendiri. 
Wahai para istri yang dirahmati Allah, hatimu yang mulia, akhlakmu 
yang mendamaikan, dan perangaimu yang teduh adalah sebaik- baik dan 
seindah- indah rumah  bagi para suamimu. Maka rawatlah, jagalah dan 
bahagiakan mereka di dalamnya. Semoga dengan itu, suamimu akan 
senantiasa kembali pulang, untuk kembali menyegarkan jiwa dan pikiran 
mereka yang lelah setelah seharian di luar. Semoga dengan itu, Allah 
Subhanahu Wata'ala akan menghadiahimu dengan secantik- cantiknya istana 
disurgaNya yang abadi. InsyaAllah.
(Syahidah/Voa-Islam.com)

Komentar
Posting Komentar