Langsung ke konten utama

Hukum Kopi Luwak

كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

“Setiap binatang buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim)

Pengertian Kopi Luwak

Kopi Luwak adalah kopi yang diproduksi dari biji kopi yang telah dimakan dan melewati saluran pencernaan binatang bernama luwak. Dan luwak adalah sejenis musang, karenanya biasa dikatakan musang luwak. Dia senang sekali mencari buah-buahan yang cukup baik dan masak, termasuk buah kopi sebagai makanannya. Luwak akan memilih buah kopi yang betul-betul masak sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang dilindungi kulit keras dan tidak tercerna akan keluar bersama kotoran luwak.[1]

Berdasarkan keterangan di atas maka kopi luwak hukumnya dikembalikan kepada dua masalah :  Apakah musang itu halal dimakan ataukah tidak? Dan apakah kotorannya suci ataukah najis?

Hukum Daging Luwak

Musang luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan garangan (Viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai sebutan lain seperti musang (nama umum, Betawi), careuh (Sunda), luak atau luwak (Jawa), serta common palm civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris.[2]

Di desa-desa luwak dikenal sebagai binatang yang suka memangsa ayam, sehingga sering dikejar-kejar oleh penduduk desa. Tetapi sebenarnya, luwak lebih sering memakan aneka buah-buahan di kebun dan pekarangan, seperti buah  pepaya, pisang, bahkan coklat. Luwak juga suka makan serangga, cacing tanah, kadal serta bermacam-macam hewan kecil lain yang bisa ditangkapnya, termasuk mamalia kecil seperti tikus.



Pertanyaannya, apakah luwak termasuk binatang buas yang haram untuk dimakan ?   Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini :

Pendapat Pertama : Mengatakan bahwa luwak haram dimakan dagingnya, karena termasuk binatang buas yang bertaring, sebagaimana di dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ ذِيْ نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ

 “Setiap binatang buas yang bertaring maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim)

Pendapat Kedua : mengatakan walaupun luwak binatang pemakan daging dan buas, tetapi tidak menyerang manusia, sehingga dagingnya halal dimakan.  Luwak ini seperti binatang adh-dhobu’ (hyena) yang halal untuk dimakan, karena hyena tidak menyerang manusia, walaupun dia adalah pemakan daging. Dalilnya hadist Jabin bin Abdillah :


عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الضَّبُعِ فَقَالَ هُوَ صَيْدٌ وَيُجْعَلُ فِيهِ كَبْشٌ إِذَا صَادَهُ الْمُحْرِمُ


            Dari  Jabir bin Abdillah, ia berkata : "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tentang hyena? Beliau menjawab: Hyena adalah binatang buruan, dan bila seorang yang sedang berihram memburu binatang ini, maka dia dikenakan denda dengan menyembelih seekor domba." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad)

           
Hukum  Kopi Luwak

            Sebagaimana diterangkan di atas bahwa kopi luwak bukanlah kopi yang berasal dari kotoran luwak, tetapi berasal dari biji kopi yang tidak dicerna di dalam perut luwak, kemudian keluar bersama kotoran luwak. Pertanyaannya adalah apakah kotoran luwak itu najis? Kita kembalikan kepada perbedaan ulama di atas, jika luwak adalah binatang yang haram dimakan, maka kotoran luwak adalah najis, kalau kotorannya najis, maka biji kopi yang keluar bersama kotorannyapun menjadi najis. Agar halal untuk dikonsumsi, maka biji kopi tersebut harus disucikan terlebih dahulu. Setelah suci, maka biji kopi tersebut siap untuk diproses menjadi kopi luwak.

Hal seperti ini pernah disebutkan di dalam fiqh madzhab Syafi’I, sebagaimana yang ditulis Imam Nawawi :

قَالَ أَصْحَابُنَا رَحِمَهُمُ اللّٰهُ : إِذَا أَكَلَتِ الْبَهِيْمَةُ حَبًّا وَخَرَجَ مِنْ بَطْنِهَا صَحِيْحًا ، فَإِنْ كَانَتْ صَلَابَتُهُ بَاقِيَةً بِحَيْثُ لَوْ زُرِعَ نَبَتَ ، فَعَيْنُهُ طَاهِرَةٌ لٰكِنْ يَجِبُ غَسْلُ ظَاهِرِهِ لِمُلَاقَاةِ النَّجَاسَةِ

“Para sahabat kami ( dari ulama madzhab Syafi’i) rahimahumullah :  mengatakan: “ Jika ada hewan memakan biji-bijian ( dari tumbuhan ) dan keluar lagi dari dari perutnya dalam keadaan masih baik,  jika kerasnya masih utuh, yaitu jika biji tersebut ditanam kembali, akan dapat tumbuh,  maka biji tersebut dikatakan suci, tetapi harus dibersihkan luarnya karena terkena najis… ” [3]

Pendapat ini diambil oleh  MUI (Majlis Ulama Indonesia) di dalam sidang fatwanya pada hari Selasa (20/ 7/ 2010) yang menetapkan bahwa biji kopi yang keluar bersama kotoran binatang tersebut statusnya halal setelah adanya proses pensucian.

Adapun jika kita mengambil pendapat kedua yang mengatakan bahwa luwak adalah binatang yang halal dimakan, maka secara otomatis kotoran kopi luwak tersebut tidak najis. Ini  menurut pendapat ulama yang mengatakan bahwa luwak adalah binatang yang boleh dimakan dagingnya, maka secara otomatis kotorannya tidak najis. Ini dikuatkan dengan dalil-dalil sebagai berikut :

            Pertama : Hadist ‘Urayinin :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ فَاجْتَوَوْا الْمَدِينَةَ فَأَمَرَهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِلِقَاحٍ وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا فَانْطَلَقُوا فَلَمَّا صَحُّوا قَتَلُوا رَاعِيَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاسْتَاقُوا النَّعَمَ فَجَاءَ الْخَبَرُ فِي أَوَّلِ النَّهَارِ فَبَعَثَ فِي آثَارِهِمْ فَلَمَّا ارْتَفَعَ النَّهَارُ جِيءَ بِهِمْ فَأَمَرَ فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ وَأَرْجُلَهُمْ وَسُمِرَتْ أَعْيُنُهُمْ وَأُلْقُوا فِي الْحَرَّةِ يَسْتَسْقُونَ فَلَا يُسْقَوْنَ

Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadist di atas menunjukan bahwa air kencing unta tidak najis, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan ‘Urayinin yang terkena sakit untuk berobat dengan meminum air susu dan air kencing unta. Beliau tidak akan menyuruh untuk meminum sesuatu yang najis. Adapun air kencing hewan-hewan lain yang boleh dimakan juga tidak najis dengan mengqiyaskan kepada air kencing unta.

Kedua : Hadist Anas bin Malik,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ

“ Dari Anas berkata, "Sebelum masjid dibangun, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam shalat di kandang kambing." ( HR Bukhari ) 

Ketiga : Hadist Jabir bin Samurah,

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَأَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْغَنَمِ قَالَ إِنْ شِئْتَ فَتَوَضَّأْ وَإِنْ شِئْتَ فَلَا تَوَضَّأْ قَالَ أَتَوَضَّأُ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ نَعَمْ فَتَوَضَّأْ مِنْ لُحُومِ الْإِبِلِ قَالَ أُصَلِّي فِي مَرَابِضِ الْغَنَمِ قَالَ نَعَمْ قَالَ أُصَلِّي فِي مَبَارِكِ الْإِبِلِ قَالَ لَا

 Dari Jabir bin Samurah bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Apakah kami harus berwudhu karena makan daging kambing?" Beliau menjawab, "Jika kamu berkehendak maka berwudhulah, dan jika kamu tidak berkehendak maka janganlah kamu berwudhu." Dia bertanya lagi, "Apakah harus berwudhu disebabkan (makan) daging unta?" Beliau menjawab, "Ya. Berwudhulah disebabkan (makan) daging unta." Dia bertanya, "Apakah aku boleh shalat di kandang kambing?" Beliau menjawab, "Ya boleh." Dia bertanya, "Apakah aku boleh shalat di kandang unta?" Beliau menjawab, "Tidak."  (HR. Muslim)

Dibolehkannya sholat di dalam kandang kambing dalam dua hadist di atas menunjukkan bahwa air kencing kambing adalah suci tidak najis, karena biasanya kandang kambing itu tidak bisa terlepas dari air kencing dan kotoran kambing.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa binatang yang boleh dimakan termasuk di dalamnya binatang luwak, maka status kotorannya tidak najis.  Jika kotoran luwak tidak najis, tentunya biji kopi tersebut menjadi halal dengan sendirinya.

Kesimpulan :

Dari keterangan di atas, baik dengan mengambil pendapat yang mengatakan bahwa luwak adalah binatang buas yang tidak boleh dimakan, maupun pendapat yang mengatakan bahwa luwak halal dimakan, tetap saja kopi luwak hukumnya halal. Wallahu A’lam


Oleh: Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA
www.ahmadzain.com


______________________

[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Kopi_luwak

[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Musang_luwak

[3] An-Nawawi, al-Majmu’ , 2/ 573.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hadis-Hadis Shahih Seputar Haji Dan Umrah

بسم الله الرحمن الرحيم HADITS-HADITS SHAHIH SEPUTAR HAJJI MABRUR & ‘UMRAH 1.        SEGERA HAJJI BILA ADA KEMAMPUAN عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ Dari Ibnu Abbas, ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa’alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang hendak berhajji, maka hendaknya ia bersegera." HR Abu Dawud 1472, shahih.                 Ibnu Majah menambahkan: فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ “Karena mungkin akan terserang penyakit, tersesat atau terku ng kung / terkurung kebutuhan." HR Ibnu Majah 2874, shahih.                 Riwayat Ahmad dengan redaksi lain yaitu: تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ يَعْنِي الْفَرِيضَةَ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا ...

Zakat Perkebunan Kelapa Sawit dan Karet

Zakat kelapa sawit dan karet tidak dijelaskan di dalam al-Qur’an dan hadist, oleh karenanya, para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya :            Pendapat Pertama : bahwa kelapa sawit dan karet termasuk dalam katagori zakat pertanian, sebagaimana pendapat Abu Hanifah yang mewajibkan zakat bagi seluruh yang keluar dari muka bumi, dan tidak disyaratkan haul ( berlangsung satu tahun ) dan nishab, artinya sedikit dan banyak harus dizakati.             Dasarnya sebagai berikut : Pertama : firman Allah : ……….. ومما أخرجنا لكم من الأرض   ( Qs al-Baqarah : 267 ) Kedua : firman Allah : ……. واتوا حقه يوم حصاده ( Qs al-An’am : 141  ) Ketiga : sabda Rasulullah : فيما سقت السماء ......           Berdasarkan ayat-ayat dan hadist di atas, maka kelapa sawit dan karet wajib dikeluarkan zakat darinya setiap panen berapapun ...

Langkah Mudah Para Salaf Mentadaburi Alquran

Para salaf sangat memperhatikan Al-quran. Dimulai dari masa sahabat ketika mereka bersama nabi hingga berakhirnya sebaik-baik kurun. Salah satu perhatian mereka yaitu dengan mentadaburinya serta menghayati makna kandungan ayat. Sehingga ada diantara mereka menghayati dan mentadaburi satu surat membutuhkan waktu yang sangat panjang. Tidak ukup hanya sekilas dan sepintas bacaan  saja, bahkan sebagian mereka menghabiskan waktu hingga 12 tahun. Demikian dalamnya tadabbur mereka terhadap ayat-ayat Al-quran hingga menimbulkan  kesan  yang sangat dalam  dihati. Ketika membaa ayat Al-quran dan melewati ayat-ayat yang menggambarkan keindahan mereka gembira, mengharap untuk bias meraihnya. Sebaliknya jika melewati ayat-ayat yang meneritakan kesediahan, azab dan siksa, mereka bersedih menangis karena takut kepada Allah  akan azab itu. Allah menggambarkan para sahabat dalam sebuah ayat: وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَىٰ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ م...