Mengingat Allah jiwa akan menjadi tenang |
Banyak orang menghendaki kesenangan di dunia dan akherat tapi mereka tidak mendapatkannya dan banyak pula manusia yang mengimpikan ketenangan hidup tapi tetap saja tak mancapainya. Sebenarnya masih banyak teori-teori klasik yang menerangkan hal tersebut tapi manusia banyak yang melalaikannya. Orang yang menginginkan sesuatu tanpa memenuhi tuntutannya adalah bagaikan bahtera yang berlayar didaratan , tak akan pernah maju. Bagaikan orang yang memimpikan bulan disiang bolong. Banyak pula manusia bertanya-tanya, “ Kapankah Alloh akan memberi petunjuk kepada kita padahal kita selalu membaca ayat “ Tunjukilah kami jalan yang lurus” pada setiap raka’at, tapi tak pernah kunjung datang petunjuk. Sebenarnya kalau kita mau menjalankan bahtera dilautan maka niscaya dia akan berlayar.
APAKAH JIWA ITU ?
Ulama sepakat tentang perselisihan jalan mereka, bahwa nafsu itu terpecah antara hati dan antara sampainya kepada Robnya, karena Alloh tidak akan masuk dan dan tidak akan sampai kepadaNya kecuali setelah mengikutinya dan meninggalkan yang diperselisihkannya dan yang menguntungkannya.
Manusia itu terbagi menjadi dua : “Bagian yang dikuasai nafsunya maka akan menguasainya dan merusaknya dan akan tunduk dibawah perintahnya. Dan bagian yang mengusai nafsunya maka akan memaksa mereka untuk tunduk dibawah perintah mereka”.
Sebagian orang arif berkata:“Sampailah perjalanan seseorang kepada keberuntungan diri mereka, maka barang siapa yang beruntung beruntunglah ia, dan baranga siapa yang dikuasai nafsunya rugi dan celakalah ia”.
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٤٠﴾ فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ ﴿٤١﴾
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Robnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka sesungguhnya surgalah tempat kembalinya”. ( An-Naziat 40-41 )
Sebagaimana Alloh telah nyatakan dalam Al-Qur’an bahwa pada hakekatnya jiwa itu selalu memerintahkan pada kejelekan kecuali yang dirahmati Alloh. Hal ini dinyatakan oleh Alloh dalam firmanNya :
وَمَا أُبَرِّئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي ۚ إِنَّ رَبِّي غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Dan aku tidak membebaskan diriku ( dari kesalahan ), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat Robbku.” ( QS Yusuf 53 ).
Ibnu Qoyyim berkata : “Bahwa memang tabiat jiwa itu selalu condong kepada hal-hal yang jelek”.
Dengan demikian An-Nafsu ( jiwa ) yang selalu memerintah pada kejelekan ini diartikan dibanyak tempat dengan hawa nafsu. Ibnu Qoyyim Aljauziyah membagi macam-macam jiwa menjadi 3 macam :
1.Jiwa yang selalu menyuruh kejelekan ( Nafsu Amaroh bissu’).
“Dan aku tidak membebaskan diriku ( dari kesalahan ), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat Robbku.”( QS Yusuf 53 ).
2.Jiwa yang tercela yaitu jiwa yang selalu labil terkadang baik dan sebaliknya.(Nafsu Lawwamah ).
“ Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali ( dirinya sendiri )”. ( Al-Qiyamah 2 )
3.Jiwa yang terbaik ialah jiwa yang tenang ( Nafsu Muthmainnah )
“ Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Robmu dengan hati yang puas lagi diridloi-Nya”. ( QS. Al-Fajr 27-28 )
JIWA YANG TENANG
Nafsu muthmainnah ialah jiwa yang selalu tenang bersama Alloh Robbnya dan selalu mengingat-Nya. Jiwa ini selalu rindu bertemu kekasihNya dan ingin selalu dekat disampingNya, jiwa yang berbentuk seperti inilah yang disebut dalam Al-Qur’an, dikatakan kepadanya ketika hendak berpisah dengan jasad : “Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Robbmu dalam keadaan ridlo dan diridloi”. ( QS Al-Fajr 27-28 )”
Orang yang memiliki jiwa tenang dia selalu merasa berkecukupan dengan apa yang Alloh rahmati padanya, tidak bersedih ketika sedikit rizkinya dan tidak bangga terhadap yang berlebihan. Ketika dia kesempitan selalau bersabar dan selalu beribadah kepada Alloh serta tidak disibukkan oleh dunia yang fana ini, bila lapang rizkinya dia bersyukur dan sibuk beramal dengan hartanya sehingga seakan tiada beda antara sempit dan lapang, baginya kedua-duanya adalah sama baiknya.
Jiwa yang tenang selalu menjaga kesucian hati dan tidak mau mengotorinya dengan penyakit-penyakit yang berakibat buruk bagi kehidupan setelahnya, Rosululloh bersabda :“ Didalam tubuh itu ada segumpal darah, kalau baik maka baiklah seluruh tubuh dan jika jelek jeleklah seluruh tubuh itu, segumpal darah itulah yang dinamakan hati “ (HR Al-Bukhori Muslim dari Nu’man bin Basyir) ( al-Iman abdul Majid zandani 26 )
Hati bagaikan raja dan otak bagaikan perdana menteri. Apapun yang terbetik dalam hati seseorang maka akan dikerjakan oleh seluruh anggota tubuh dengan persetujuan otak, bahkan terkadang tubuh akan melakukan perintah hati walupun tidak masuk akal. Maka berhati-hatilah menjaga hati, apabila baik keinginannya baik pula akibatnya dan apabila jelek keinginannya jeleklah akibatnya.
Jagalah hati karena hati itu bisa berkarat bagaikan besi yang susah dibersihkan, adalah bagai kaca yang bisa pecah dan sulit disatukan kembali, bagaikan cermin yang apabila kotor sulit memantulkan cahaya. Maka ketika Imam Syafi’I melapor pada gurunya tentang keadaan dirinya yang sulit menghapal maka gurunya Waki’ bewasiat agar meninggalkan maksiat karena ilmu itu adalah cahaya Allah dan cahaya Allah tidak biberikan kepada orang yang bermaksiyat.
OBAT KETENANGAN JIWA
Setelah kita tahu bahwa hati itu bisa sakit dan berkarat maka kita membutuhkan solusi (obat ) dari kerusakan hati, karena hati yang kita miliki hanya ada satu dan kalau sudah rusak sulit mengembalikannya tidak sebagaimana anggota tubuh lainnya, kecuali apabila siempunya sendiri yang mau berusaha dan dibantu orang lain. Dan inilah obat yang ditawarkan oleh para pendahulu kita :
1.Membaca Al-Qur’an
Dari Umar Ra berkata : Rosulullah saw bersabda “ Sesungguhnya hati ini bisa berkarat sebagaimana berkaratnya besi, Rosulullah kemudian ditanya : apakah obatnnya ? “ jawab beliau : Membaca Al-Qur’an ”
2. Berdzikir kepada Allah
Dari Al-Ma’la bin ziyad dia berkata : “Seorang lelaki berkata pada Al-Hasan : “Wahai Abu Said aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku, Al-Hasan menjawab “ Lunakkanlah dia dengan memperbanyak dzikir kepada Allah ”
3.Shoum, mengurangi makan serta sholat malam .
Ada seseorang yang mengadukan tentang kekerasan hatinya kepada Malik bin Dinar, maka dia menjawab : “ seringlah berpuasa ( shoum), apabila hati masih saja keras maka perbanyaklah melakukan sholat malam, dan jika masih saja hati tersebut keras maka jangalah banyak makan “.
4.Takut dan cemas
Dari Abdullah bin khobiq dia berkata : “ Allah menciptakan hati untuk tempat berdzikir , akan tetapi berubah fungsi menjadi tempat syahwat. Syahwat dalam hati tidak akan terhapus kecuali dengan rasa takut dan cemas kepada Allah atau rindu mendalam kepada-Nya”.
5. Membaca Al-Qur’an, mengosongkan perut, melakukan sholat malam, beribadah khusu’ pada waktu sahur dan duduk bersama orang-orang sholeh.
Al-Uzdy berkata : “ Aku telah mendengar Ibrohim bin al-Khowwash berkata obat untuk sakit hati itu ada lima macam : Membaca Al-Qur’an dengan merenungkan artinya, mengosongkan perut , melakukan sholat malam, beibadah khusu’ pada waktu sahur dan duduk bersama orang-orang sholeh”.
Referensi :
1. Dzammul Hawa’, Ibnu Qudamah
2. Tazkiyah Nafs, Ibnu Qoyyim-Ibnu Rojab al Hambali,
3. Tazkiyah Nafs, Abi Hamid al Ghozali
Komentar
Posting Komentar