Para salaf sangat memperhatikan Al-quran. Dimulai dari masa sahabat
ketika mereka bersama nabi hingga berakhirnya sebaik-baik kurun. Salah satu
perhatian mereka yaitu dengan mentadaburinya serta menghayati makna kandungan
ayat. Sehingga ada diantara mereka menghayati dan mentadaburi satu surat
membutuhkan waktu yang sangat panjang. Tidak ukup hanya sekilas dan sepintas
bacaan saja, bahkan sebagian mereka menghabiskan
waktu hingga 12 tahun. Demikian dalamnya tadabbur mereka terhadap ayat-ayat
Al-quran hingga menimbulkan kesan yang sangat dalam dihati. Ketika membaa ayat Al-quran dan
melewati ayat-ayat yang menggambarkan keindahan mereka gembira, mengharap untuk
bias meraihnya. Sebaliknya jika melewati ayat-ayat yang meneritakan kesediahan,
azab dan siksa, mereka bersedih menangis karena takut kepada Allah akan azab itu.
Allah menggambarkan para sahabat dalam sebuah ayat:
وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَىٰ
أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ يَقُولُونَ
رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ ﴿المائدة: ٨٣﴾
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan
kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka
sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka
catatlah kami,,,b,, bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran
Al Quran dan kenabian Muhammad s. a. w.).”
Asma’ binti Abi Bakar mengkisahkan keadaan sahabat ketika mereka
mendengarkan ayat Alquran yang dibaca kepada mereka, ia berkata:
كان أصحاب النبي إذا قرئ عليهم القرآن كما نعتهم الله تدمع
أعينهم وتقشعر جلودهم
“ Sahabat Nabi ketika dibacakan kepada mereka Al-quran sebagaimana
disifati oleh Allah, mengalir air mata mereka dan merinding kulit-kulit mereka”[1]
Umar radhiyallahu anh memahami dan mentadaburi surat Al-baqarah selama
duabelas tahun. Dalam sebuah riwayat dikhabarkan:
روى مالك عن نافع عن ابن
عمر قال: (تعلم عمر البقرة في اثنتي عشرة سنة، فلما ختمها نحر جزوراً)
Malik meriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar ia berkata: “Umar mempelajari surat Al-baqarah dalam waktu duabelas
rahun, ketika menyelesaikannya ia menyembelih onta”[2]
Tanda Tanda Tadabbur
Allah menyebutkan dalam
Alquran tanda-tanda dan sifat-sifat yang menunjukkan hakekat tadabbur Alquran. Seperti kalam Allah pada ayat-ayat berikut:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ
إِذَا ذُكِرَ اللّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ
زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ [الأنفال: 2 ]
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”
وَإِذَا مَا أُنزِلَتْ
سُورَةٌ فَمِنْهُم مَّن يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا
الَّذِينَ آمَنُواْ فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ [التوبة:124]
“Dan apabila
diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang
berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya)
surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah
imannya, dan mereka merasa gembira”
قُلْ آمِنُواْ بِهِ أَوْ
لاَ تُؤْمِنُواْ إِنَّ الَّذِينَ أُوتُواْ الْعِلْمَ مِن قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى
عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ سُجَّدًا * وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا
إِن كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولاً* وَيَخِرُّونَ لِلأَذْقَانِ يَبْكُونَ
وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا [الإسراء: 107-109]
“Katakanlah:
"Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah).
Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran
dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. dan mereka berkata: "Maha
Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu'.”
وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ
لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا} [الفرقان: 73]
“Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat
Tuhan mereka, mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan
buta.”
Bisa didapatkan dari
ayat-ayat diatas tujuh tanda, yaitu:
- Bersatunya hati dan pikiran ketika membaca
- Menangis karena takut kepada Allah
- Bertambah khusu’
- Bertambah iman
- Gembira dan termotifasi
- Merinding karena takut kepada Allah ta’ala kemudian dipenuhi dengan rasa harap dan ketenangan
- Sujud sebagai bentuk pengagungan kepada Allah ta’ala
Barang siapa merasakan
satu atau lebih dari tanda-tanda diatas, maka ia telah mencapai pada kondisi
tadabbur dan tafkir. Adapun orang yang tidak mendapatkan satupun dari
tanda-tanda diatas, maka ia sudah terhalang dari mentadaburi Alquran.
Setelahnya ia tidak akan mendapatkan apa yang terkandung dan perbendaharaan
ilmu didalamnya. Ibrahim At-taimi berkata: “Barang
siapa yang diberi ilmu dan tidak membuatnya menangis karena Allah maka ia
seolah-olah tidak mendapatkan ilmu, karena Allah mensifati para ulama....
kemudian ia membaca ayat...” “Katakanlah: "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman
(sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan
sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas
muka mereka sambil bersujud. dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami,
sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi". Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu'.”[3]
Membaca
dan Mengamalkannya
Al-quran selain dibaca dan ditadabburi maknanya juga harus
diamalkan isi kandungannya. Apalah manfaatnya jika Al-quran hanya ditadabburi
tanpa diamalkan. Karena Al-quran itu
diturunkan sebagai pedoman hidup, petunjuk jalan kebenaran. Sebagai
petunjuk maka Al-quran harus selalu menjadi pendamping dan penuntun dalam
kehidupan. Al-quran menjadi syafaat bagi orang yang membacanya, mentadaburinya
dan mengamalkannya. Sebagaimana dalam sebuah hadits:
اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ
يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ
“Bacalah Al-quran karena sesungguhnya ia dating pada hari kiamat
menjadi syafaat bagi ashabnya”
Syaikh Utsaimin menjelaskan hadist ini, bahwa orang-orang yang membaca Alquran dibagi menjadi 2:
Pertama, orang yang tidak mengamalkannya juga tidak beriman dengan khabar-khabarnya
serta tidak mengamalkan hukum-hukumnya maka mereka ini menjadikan Alquran
hujjah atas mereka.
Kedua, orang yang beriman dengan khabar-khabarnya, mempercayainya
dan mengamalkan hukum-hukumnya maka mereka ini menjdikan Alquran hujjah bagi
mereka, yang membela mereka pada hari kiamat karena nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: “Alquran hujjah bagi mu atau hujjah atasmu” ini merupakan
dalil bahwa yang paling penting dari Alquran adalah mengamalkannya, ini
dipertegas dengan perkataan Allah:
كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ
وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ ﴿ص: ٢٩﴾
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai fikiran.”
Maksudnya adalah mereka memahami maknanya dan mengamalkannya. Dia akhirkannya
amal dari tadabbur karena tidak mungkin mengamalkan tanpa tadabbur, karena
tadabbur mendatangkan ilmu, dan amal cabang dari pada ilmu”. [4]
Para salaf dari kalangan Sahabat, begitu antusias dalam
mengamalkan apa yang Allah turunkan
kepada Rasulallah shalallahu ‘alaihi
wasallam walaupun mereka tidak hafal semua Al-quran. Ibnu Umar menceritakan:
عن ابن عمر - رضي الله عنه
- قال: (كان الفاضل من أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم في صدر هذه الأمة لا
يحفظ من القرآن إلا السورة ونحوها ورزقوا العمل بالقرآن، وإن آخر هذه الأمة يقرؤون
القرآن، منهم الصبي والأعمى ولا يرزقون العمل به.
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata:
“kelebihan dari Sahabat-sahabat Rasulallah yang hidup pada masa awal
ummat ini, mereka tidak hafal Al-quran keuali satu surat saja, tapi mereka diberi anugerah
kemampuan untuk mengamalkannya. Adapun umat akhir-akhir ini, mereka
membaca Al-quran termasuk orang buta dan anak-anak, tapi mereka tidak mampu
mengamalkannya.”
Senada dengan ini perkataan Ibnu Masud: “Sesungguhnya sulit bagi kami menghafal
lafazh-lafazh Al-quran,tapi mudah bagi kami mengamalkannya. Dan orang setelah
kami sangat mudah menghafal Al-quran tapi sulit mengamalkannya”
Hasan Al-Bashri berkata:”Alquran
diturunkan untuk ditadabburi dan diamalkan, maka jadikanlah bacaan Alquran
sebagai amal, bahwa amalan manusia sebatas membacanya saja, tanpa tadabbur dan
amal nyata.”
Langkah-Langkah
Untuk Mudah Mentadaburi Al-Quran
Sebagian orang sulit untuk mentadaburi Al-Quran, karena
beberapa faktor. Terutama faktor hati, karena ia merupakan sarana utama dalam
mentadaburi Al-Quran. Dibawah ini langkah-langkah agar supaya mudah mentadaburi
Al-Quran:
Menjaga adab membaca Alquran, seperti suci tempat, waktu
yang pas, keadaan yang mendukung, serta ikhlas, membaca dan isti’adzah dan basmalah.
Begitu juga mengosongkan pikiran dengan mefokuskan pada Alquran dibarengi
dengan khusu’ dan perasaan yang dalam bahwa Alquran sedang berbicara dengannya.
- Membacanya denga pelan-pelan, tadabbur, khusunya, jangan asal semangat menyelesaikan akhir surat.
- Berhenti diawal ayat yang akan dibaca dengan tenang, perhatian, teliti dan diulang-ulang.
- Mengamati secara terpisah susunan ayat, baik tarkibnya, maknanya, asbabun nuzulnya dan dalalahnya.
- Alquran sebagai batu pijakan untuk menyelesaikan maslah hidup dan fenomena yang ada, dengan melihat sekitar nya dan apa yang ada dekatnya.
- Kembali kepada pemahaman salaf terhadap ayat, tadabbur mereka, dan bagaimana interaksi mereka terhadap ayat.
- Mentelaah pendapat para ahli tafsir tentang ayat tersebut.
- Melihat secara menyeluruh terhadap Alquran.
- Mencari tujuan-tujuan dasar dari Alquran
- Percaya sepenuh hati denga nash Alquran dan menyingkirkan kenyatann yang menyelisihinya.
- Mencari pendukung untuk memahami ayat dengan pengetahuan dan wawasan yang baru.
- Kembali mentadaburi ayat, tidak sukup hanya sekali saja untuk mendaptakan makna yang baru.
- Mengenali dasar-dasar ilmu tafsir
- Membaca buku khusus yang berkaitan dengan tadabbur alquran
Daftar Pustaka
Khalid Al-Lahim. Mafatih Tadaburil Quran. Maktabah Malik Al-Fahd Al-Wathoniyyah. cet.1, thn. 2004.
Al-Qurtubi. Tafsir
Al-Qurthubi. Darul Kutub Al-Mishriyyah; Kairo. Jilid 1.
Syaikh Utsaimin. Syarh Riydhus Shalihin. Madarul
Wathon Linnasyr; Riyadh. Jilid 4.
[1] Khalid Al-Lahim. Mafatih Tadaburil Quran. Maktabah Malik
Alfahd Alwathoniyyah. cet.1, thn. 2004.
Hal.10
[2] Al-Quttubi. Tafsir Al-Qurthubi. Darul Kutub Al-Mishriyyah;
Kairo. Jilid 1.Hal. 40
[3] Khalid Al-Lahim. Mafatih Tadaburil Quran. Maktabah Malik
Alfahd Alwathoniyyah. cet.1, thn. 2004.
Hal.9
[4] Syaikh Utsaimin. Syarh
Riydhus Shalihin. Madarul Wathon linnasyr; Riyadh. Jilid 4. Hal. 637
Komentar
Posting Komentar